Mencari Pemimpin Ibu Kota Nusantara: Harus yang Bernyali
Banyak hal yang perlu dimiliki sosok calon Kepala Badan Otorita IKN termasuk integritas tinggi dan nyali.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama sosok yang akan menjabat Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) semakin ramai diperbincangkan.
Hal ini terjadi usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap keinginannya
terkait kriteria yang dimiliki oleh sang calon pemimpin di IKN Nusantara.
Jokowi mengharapkan setidaknya orang tersebut memiliki latar belakang arsitek dan pernah memimpin daerah.
"Nama calon pemimpin ibu kota baru yang menjabat kepala otorita siapa? Nanti itu ditentukan
dalam perpres dibahas dibahas pansel. Kalau saya pinginnya ada latar belakang arsitektur dan punya pengalaman sebagai kepala daerah," kata Jokowi, Rabu (19/1/2022).
Baca juga: PKS: Pemindahan IKN Berpotensi Rusak Ekosistem Hutan dan Langgar UU Lingkungan Hidup
Sekedar informasi, pada 2020 silam, Jokowi sempat menyebut empat nama yakni Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), Bambang Brodjonegoro, Azwar Anas, dan Tumiyana. Namun berdasarkan kriteria terbaru yang disebutkan Jokowi, justru terdapat empat nama berbeda yang dinilai sesuai.
Mereka adalah Menteri Sosial Tri Rismaharini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, dan Wali Kota Makassar Danny Pomanto. Keempatnya sama-sama pernah memimpin daerah dan juga merupakan seorang arsitek.
Anggota Tim Pansus IKN dari Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan mengingatkan presiden agar berhati-hati dalam memilih karena tak mudah mencari seseorang yang mampu membaca secara utuh IKN baru yang akan dibangun.
Menurutnya tak cukup memahami arsitektur, namun banyak hal yang perlu dimiliki
sosok calon Kepala Badan Otorita IKN termasuk integritas tinggi dan nyali.
"Tak cukup paham arsitektur, dia juga harus paham lingkungan hidup untuk kehidupan kemanusiaan yang sehat. Tak hanya itu, dia harus punya hati dan ketulusan menghormati, menghargai kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat adat disana," ujar Hinca, Jumat (21/1/2022).
Baca juga: Kepala Otorita IKN Sebaiknya Diisi Orang yang Pernah Memimpin Daerah dan Berlatar Belakang Arsitek
"Nyali besar sangat dibutuhkan, integritas tinggi harus mumpuni dan tidak tergiur uang menjadi
keharusan, karena ratusan bahkan bisa mendekati ribuan triliun uang akan beredar dan berputar disana," tambahnya.
Kolega Hinca yakni Kamrussamad --Anggota Tim Pansus IKN dari Fraksi Gerindra-- menilai jika orang yang memimpin IKN haruslah berpengalaman di pemerintahan daerah, penataan kota dan eksekusi kebijakan.
"Tugas Kepala Badan Otorita sangat berat karena meliputi perencanaan, pembangunan dan
pemindahan ibukota serta penyelenggaraan pemerintah otoritas. Karena itu diperlukan figur yang mampu bekerja tim dan memiliki kemampuan leadership yang mumpuni," kata Kamrussamad.
Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti berpendapat Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini lebih unggul dari nama lain yang beredar.
Kesuksesan memimpin daerah dianggap menjadi ukuran penting, selain itu keduanya belum pernah dikaitkan dengan satu peristiwa hukum, khususnya terkait dengan tindak pidana korupsi.
Baca juga: IKN Baru Dinamakan Nusantara, Wapres Maruf: Doakan Saja Semoga Sukses
"Figur antikorupsi ini sangat penting. Mengingat ibu kota negara ini akan menjadi magnet peredaran uang mencapai ratusan triliun. Dan akan terus jadi magnet bahkan setelah 2024. Oleh karena itu, kriteria tidak pernah tersangkut korupsi, merupakan syarat yang sejatinya paling utama," kata Ray.
Akan tetapi, keduanya juga menghadapi polemik. Dimana Ridwan Kamil telah menyatakan minat maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
Sementara Tri Rismaharini kemungkinan dipersiapkan partainya untuk menjadi DKI1 atau Gubernur DKI Jakarta.
"Alternatif lain adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok juga memenuhi kriteria pak Jokowi.
Beliau alumni sarjana tekhnik geologi dan mantan gubernur DKI Jakarta. Sekarang sedang tidak berposisi politik, dan murni merupakan professional," jelasnya.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mengatakan yang dibutuhkan presiden saat ini adalah figur yang bisa mengorganisir dan menggerakkan lembaga prestise sekelas IKN agar bisa menjadi lembaga negara yang visioner dan efektif. Dikatakan Adib, sosok yang cocok yaitu Ahok.
Sebab yang bersangkutan dinilai memiliki integritas, tegas dan 'tangan besi'.
Baca juga: Presiden Sebut Kriteria Kepala IKN Nusantara Berlatar Arsitek, Pansus DPR: Harus Dikonsultasikan DPR
"Saya melihat Ahok sangat tepat untuk hal ini. Sosoknya berpengalaman sebagai kepala daerah, punya kebijakan efektif, tak bertele-tele, keras, 'sedikit tangan besi, itu sangat cocok untuk ini. Karena kita tidak sedang mencari tipe figur yang punya gaya pesolek untuk IKN. Yang mendesak adalah sosok yang bisa menggerakkan IKN untuk menunjang pembangunan Indonesia," jelasnya.
Sedangkan Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga memiliki pendapat berbeda.
Nirwono mengatakan until tahap awal atau 5 tahun pertama akan lebih baik jika presiden menunjuk seseorang dari Kementerian PUPR sebagai Kepala Badan Otorita IKN.
Dia beralasan sejak dua tahun lalu, Kementerian PUPR sudah mempersiapkan segala hal, mulai dari sayembara hingga pembentukan satgas infrastruktur perencanaan dan pembangunan IKN.
"Untuk tahap awal 5 tahun pertama, menurut saya Kepala Badan Otorita yang langsung ditunjuk presiden dari Kementerian PUPR saja. Ketua satgasnya yang paling tepat dan paling memahaminya," kata Nirwono.
Baca juga: UU IKN Resmi Disahkan DPR, Kepala Otorita Nusantara Ditunjuk Maksimal April 2022
Alasan lain, kata dia, dalam lima tahun awal fokus pembangunan masih berkutat pada infrastruktu dasar kota seperti jalan, saluran air, jaringan air bersih, perumahan hingga istana dan gedung kementerian/lembaga.
"Penunjukkan ketua satgas perencanaan dan pembangunan IKN yang notabene dari Kementerian PUPR sendiri akan mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan ketimbang jika ketua otorita berasal dari nama-nama yang beredar," jelasnya.
"Untuk nama-nama yang beredar akan lebih tepat atau sesuai jika pembangunan infrastruktur sudah jadi. Minimal setelah 5 tahun periode pertama pembangunan," pungkasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)