Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebagian FIR Indonesia Tetap Dikuasai Singapura, Pengamat: Apakah Indonesia Belum Mampu?

Kesepakatan FIR antara Indonesia dan Singapura ternyata tetap membuat Singapura menguasai sebagian ruang udara Indonesia. Pengamat pun menanyakan.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
zoom-in Sebagian FIR Indonesia Tetap Dikuasai Singapura, Pengamat: Apakah Indonesia Belum Mampu?
Shutterstock
ILUSTRASI - Kesepakatan FIR antara Indonesia dan Singapura ternyata tetap membuat Singapura menguasai sebagian ruang udara Indonesia. Pengamat pun menanyakan. 

TRIBUNNEWS.COM - Kesepakatan antara Indonesia dan Singapura terkait pengambilalihan pelayanan udara atau Flight Information Region (FIR) ternyata tidak membuat Indonesia menguasai seluruh ruang udaranya.

Dikutip dari Kompas.com, perjanjian ini ditandatangani oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura, S Iswaran di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Penandatanganan tersebut juga disaksikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.

"Ke depan, diharapkan kerja sama penegakan hukum, keselamatan penerbangan, dan pertahanan keamanan kedua negara dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan," ucap Jokowi setelah penandatanganan.

Dalam kesepakatan tersebut terdapat poin di mana Singapura masih tetap mengambil alih sebagian ruang udara Indonesia.

Baca juga: Guru Besar Hukum Internasional UI Sebut Kendali FIR Belum Berada di Indonesia

Baca juga: Negosiasi Puluhan Tahun, Indonesia Akhirnya Ambil Alih Pengelolaan FIR Dari Singapura

Poin kesepakatan tersebut yaitu soal hak Indonesia terkait Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indoneisa yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.

Hal ini pun dijelaskan lebih rinci oleh Budi Karya Sumadi. Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.

Berita Rekomendasi

"Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura," ucap Budi dalam keterangan siaran pers pemerintah.

Sehingga Indonesia baru bisa mengelola penerbangan sendiri di ketinggian 37.000 ke atas.

Poin ini disepakati agar pengawas lalu lintas udara kedua negara dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu.

Pengamat Kritik Kesepakatan

Hikmahanto Juwana
Hikmahanto Juwana (ist)

Dikutip dari Tribunnews, Guru Besar Hukum Internasonal UI, Hikmahanto Juwana mengkritik kesepakatan yang telah dilakukan tersebut.

Ia juga memungkinkan kendali FIR belum berada di Indonesia.

"Namun bila merujuk pada siaran pers Kemenko Marves dan berbagai pemberitaan di Singapura sepertinya kendali FIR belum berada di Indonesia," ujarnya pada Rabu (26/1/2022).

Sejumlah alasan pun dikatakan oleh Hikmahanto terkait kesepakatan tersebut.

Pertama, Siaran Pers Kemenko Marves menyatakan di ketinggian 0-37.000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura.

"Ini yang oleh media Singapura disebut hal yang memungkinkan bagi Bandara Changi untuk tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan," ujar Hikmahanto.

Baca juga: RI Ambil Alih Kendali Udara dari Singapura, Ini Sederet Potret Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo

Lalu yang kedua terkait pendelegasian yang diberikan oleh Indonesia dalam jangka waktu 25 tahun.

Menurutnya jangka waktu yang telah ditentukan ini dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua negara.

"Ini berarti pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau."

"Kemudian terkait jangka waktu 25 tahun ini apa tidak terlalu lama? Lalu tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian?" tuturnya.

Kesepakatan ini, menurut Hikmahanto, juga memunculkan berbagai pertanyaan.

Pertanyaan tersebut di antaranya adalah apakah sampai saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR di atas Kepulauan Riau?

Lalu pertanyaan kedua adalah apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa menguasai dan mengelola seluruh ruang udaranya?

Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi?

Selain itu pertanyaan juga terkait atas kehormatan Indonesia yang tidak mampu mengelola FIR sendiri.

Pertanyaan lain yang juga mungkin muncul adalah apakah Indoensia rela bila Bandara Changi terus berkembang secara komersial?

"Berbagai pertanyaan ini yang mungkin akan ditanyakan oleh Komisi 1 DPR saat Perjanjian Penyesuaian FIR dibahas untuk pengesahan," kata Hikmahanto.

Diketahui pengelolaan FIR di wilayah barat Indonesia dikuasai oleh Singapura atas keputusan International Civil Aviation Organization (ICAO) pada tahun 1946 seperti dikutip dari Kompas.com.

Pada saat itu, ICAO menilai Indonesia belum siap secara infrastruktur karena masih merintis penerbangan.

Kondisi tersebut membuat FIR Indonesia diserahkan kepada Singapura.

Baca juga: Mahyudin Berharap Presiden Jokowi Pilih Putra Asli Kalimantan Pimpin Ibu Kota Nusantara 

Walaupun dinilai secara infrastruktur dan sumber daya manusa (SDM) telah memadai nyatanya persoalan pengelolaan ruang udara di Indonesia di tangan asing tidak kunjung selesai.

Lalu terkait cakupan persoalan FIR sebenarnya menyangkut pada pengelolaan ruang udara di wilayah tertentu.

Hanya saja disebabkan FIR tidak dipegang negara sendiri maka isu ini banyak disorot karena terkait kedaulatan dan pertahanan negara.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Gita Irawan)(Kompas.com/Elza Astari Retaduari)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas