KPK: Eks Dirjen Kemendagri Ardian Terima Rp1,5 Miliar Terkait Dana PEN dari Rp10,5 M yang Diminta
Mochamad Ardian Noervianto telah menerima uang Rp1,5 miliar terkait dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka tahun 2021
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto telah menerima uang Rp1,5 miliar terkait dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka tahun 2021.
Duit yang diterima Ardian berbentuk mata dolar Singapura berjumlah 131.000.
Kata Deputi Penindakan dan Eksekusi Karyoto, duit itu diberikan oleh Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur setelah ada persetujuan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar untuk Kolaka Timur.
"Dari uang sejumlah Rp2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) menerima dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD131.000 setara Rp1,5 miliar," kata Karyoto dari tayangan YouTube KPK RI dikutip pada Jumat (28/1/2022).
"Dan tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) menerima Rp500 juta," imbuh Karyoto.
Pengurusan pinjaman dana PEN ini melibatkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar yang mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Kantor Kemendagri.
Baca juga: KPK Tetapkan Eks Dirjen di Kemendagri Ardian Noervianto Tersangka Suap Dana PEN Kolaka
Ardian, kata Karyoto, meminta kompensasi berupa uang 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman.
Dengan kata lain, ia akan menerima Rp10,5 miliar.
Nominal Rp1,5 miliar yang sudah diterima merupakan penerimaan awal.
Karyoto menerangkan, Ardian adalah Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021.
Dia memiliki tugas melakukan investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Dengan tugas itu, Ardian mempunyai wewenang menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan pemerintah daerah.
Dengan tugas itu, Ardian mempunyai wewenang menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan pemerintah daerah.
Atas perbuatannya, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Meski menjadi tersangka, KPK belum menahan Ardian karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sedang sakit.
"KPK mengimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik," ujar Karyoto.