LPSK Beberkan 17 Temuan Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Terbit, Bikin Miris
temuan itu didapati setelah pihaknya melakukan kunjungan dan melakukan investigasi ke kediaman Terbit Rencana Peranginangin atas dugaan pelanggaran
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memaparkan 17 temuan terkait adanya kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, temuan itu didapati setelah pihaknya melakukan kunjungan dan melakukan investigasi ke kediaman Terbit Rencana Peranginangin atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Di mana temuan pertama yang didapati oleh LPSK, yakni di dalam kerangkeng yang disebut sebagai tempat rehabilitasi itu, didapati tidak hanya dihuni oleh masyarakat yang mengalami kecanduan narkoba.
"Pertama, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba," kata Edwin saat konferensi pers saat menyampaikan hasil temuan pihaknya di, Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
Kedua, dalam kegiatan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat Nonaktif itu, LPSK mendapati tidak semua penghuni merupakan warga asal Kabupaten Langkat.
Baca juga: 7 Temuan LPSK Soal Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Tidak Diizinkan Ibadah di Luar Kerangkeng
"Jadi ada beberapa warga di luar Kabupaten Langkat di sini, ada KTP nya juga," beber Edwin.
Ketiga, LPSK mendapati tidak adanya aktivitas rehabilitasi.
Padahal berdasarkan informasi yang diterima Edwin, tempat ini merupakan sarana rehabilitasi yang dimiliki oleh Bupati Terbit Rencana Peranginangin.
Keempat, kata Edwin kondisi tempat tinggal yang tidak layak, hal itu tergambarkan dalam tayangan yang ditampilkan oleh Edwin saat berkunjung langsung ke lokasi.
"Kita lihat, di sini kamar mandi, sama tempat mencuci piring yang hanya dipisahkan tembok dengan panggung (tempat tidur)," kata Edwin.
Kelima, adanya penerapan pembatasan kunjungan kepada penghuni yang baru masuk dalam kurun waktu 3 hingga 6 bulan.
Keenam, para penghuni juga tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi.
Ketujuh, LPSK juga menemukan adanya penerapan istilah-istilah yang layaknya digunakan oleh penghuni tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Beberapa istilah itu kata Edwin, bermacam-macam mulai dari Piket Malam Joker.
"Joker itu istilah untuk tamping atau tahanan pendamping yang bisa ke mana-mana," ucapnya.
Kedelapan, LPSK juga mendapati kondisi kerangkeng yang selalu terkunci.
Kesembilan, LPSK mendapati dari tinjauan yang dilakukannya, kalau ternyata kegiatan peribadatan para penghuni kerangkeng tersebut dibatasi.
"Ibadah ini seperti melaksanakan ibadah Jumat, ibadah Minggu serta hari-hari besar keagamaan," bebernya.
Kesepuluh, para penghuni kerangkeng tersebut juga dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit.
Kesebelas, LPSK melihat adanya dugaan pungutan di dalam kerangkeng.
Padahal berdasarkan informasi yang didapati Edwin, sarana kerangkeng ini gratis untuk para penghuni.
Kedua belas, LPSK juga menemukan adanya batas waktu penahanan selama 1,5 tahun.
Ketiga belas, para penghuni juga ada yang ditahan sampai dengan empat tahun.
Keempat belas, LPSK juga menduga adanya pembiaran yang terstruktur yang dilakukan beberapa pihak.
"Karena kami melihat, kerangkeng ini kan sudah beberapa tahun, pasti ada pembiaran di sini," ucap Edwin.
Kelima belas, LPSK menemukan adanya pernyataan tidak akan menuntut bila penghuni sakit atau meninggal dari pihak keluarga korban.
Keenam belas, bahkan kata Edwin, LPSK menemukan adanya informasi dugaan korban tewas tidak wajar.
Baca juga: LPSK Wawancarai 3 Orang yang Dikurung Bupati Langkat Terbit Rencana, Ini Temuannya
Ketujuh belas, LPSK menemukan adanya dugaan kereng III atau sel yang ketiga berdasarkan dokumen atau catatan yang didapatkan.
"LPSK menemukan adanya informasi dugaan korban tewas tidak wajar dan adanya dugaan kerengkeng III," tukasnya.