Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan Polisi soal Edy Mulyadi Jadi Tersangka: Alasan Penahanan hingga Ancaman Penjara 10 Tahun

Simak penjelasan polisi soal ditetapkannya Edy Mulyadi jadi tersangka dugaan kasus SARA: Alasan Penahanan hingga Ancaman Penjara 10 Tahun.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Inza Maliana
zoom-in Penjelasan Polisi soal Edy Mulyadi Jadi Tersangka: Alasan Penahanan hingga Ancaman Penjara 10 Tahun
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Edy Mulyadi memenuhi pemeriksaan polisi atas dugaan kasus ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). - Simak penjelasan polisi soal ditetapkannya Edy Mulyadi jadi tersangka dugaan kasus SARA: Alasan Penahanan hingga Ancaman Penjara 10 Tahun. 

TRIBUNNEWS. COM - Edy Mulyadi resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus ujaran kebencian yang berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Diketahui, kasus Edy ini berawal dari ucapannya yang diduga menghina Kalimantan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Atas kasusnya itu, Edy pun akan ditahan di Rutan Bareskrim Polri mulai hari ini hingga 20 hari kedepan demi kepentingan penyelidikan.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan alasan Edy harus ditahan.

Baca juga: Edy Mulyadi Langsung Ditahan karena Dikhawatirkan Kabur dan Hilangkan Barang Bukti

Disebutkan alasan penahanan  terbagi menjadi dua, yakni subjektif dan objektif.

Untuk alasan subjektif, salah satunya, pihak kepolisian khawatir Edy akan menghilangkan barang bukti.

"Alasan subjektif karena dikhatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan brang bukti, dikhawatirkan mengulangi perbuatannya kembali."

Berita Rekomendasi

"Alasan objektif, ancaman yang diterapkan tersangka di atas 5 tahun," kata Ramadahan dalam konferensi persnya, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (31/1/2022).

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan saat ditemui awak media di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021).
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan saat ditemui awak media di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021). (Rizki Sandi Saputra)

Baca juga: Dua Alasan Polisi Langsung Tahan Edy Mulyadi Terkait Kasus Dugaan Ujaran Kebencian

Pada kasus ini, Edy disangkakan beberapa pasal soal ujaran kebencian bermuatan SARA hingga penyebaran berita bohong.

Tepatnya, pasal 45 A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU ITE. 

Kemudian, pasal 14 ayat 1 dan 2 juncto pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 Perhimpunan Hukum Pidana, juncto pasal 156 KUHP.

"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA," jelas Ramadhan.

Edy Mulyadi  memenuhi pemeriksaan polisi atas dugaan kasus ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Edy Mulyadi memenuhi pemeriksaan polisi atas dugaan kasus ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). (Tribunnews.com/Igman Ibrahim)

Baca juga: BREAKING NEWS: Jadi Tersangka, Edy Mulyadi Langsung Ditahan di Rutan Bareskrim Polri

Dari sederet pasal sangkaan itu, Edy Mulyadi terancam hukuman 10 tahun penjara.

Selain itu, Polri juga menyita alat bukti milik Edy, yaitu akun YouTubenya bernama Bang Edy Channel.

"Ancaman masing pasal pasal ada, tapi ancamannya 10 tahun," tutur Ramadhan.

Ramadhan menyampaikan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Edy menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu.

Dalam pemeriksaan Edy sebagai saksi, polisi melibatkan setidaknya 55 orang saksi.

"55 orang terdiri dari 37 saksi dan 18 ahl."

"Saksi ahli terdiri dari ahli bahasa, saksi ahli sosiologi hukum, ahli pidana, ahli ITE, analisis media sosial, digital forensik, dan antropologi hukum," jelas Ramadhan.

Setelah itu dilakukan gelar perkara, yang kemudian menaikkan status Edy Mulyadi dari saksi menjadi tersangka.

Diketahui sebelumnya, Edy Mulyadi menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta hari ini, Senin (31/1/2022).

Edy tiba di Bareskrim didampingi sejumlah pengacaranya.

Kepada sejumlah wartawan sesaat sebelum diperiksa polisi, Edy blak-blakan kondisinya kini termasuk kasus dugaan ujaran kebencian yang menimpanya.

Berikut  poin-poin penjelasan Edy sebelum pemeriksaan dirangkum Tribunnews.com.

1. Bawa pakaian

Edy Mulyadi membawa pakaian saat memenuhi pemeriksaan polis.

Edy sengaja membawa pakaian saat menjalani pemeriksaan karena menduga bakal ditahan seusai diperiksa penyidik.

Edy Mulyadi tampak membawa kantong berwarna kuning berisikan pakaian.

Kantong itu ditunjukkan saat Sekjen GNPF Ulama tersebut menemui awak media.

"Persiapan saya bawa ini. Saya bawa pakaian dan karena saya sadar betul karena teman-teman saya yang luar biasa ini sadar betul bahwa saya dibidik," ujar Edy di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022).

Baca juga: Bandingkan Penanganan Kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan, Polisi Diminta Tidak Diskriminatif

2. Merasa dibidik

Menurut Edy, kasus yang menjeratnya tersebut bukan hanya persoalan hukum.

Sebaliknya, kasus tersebut diklaim merupakan kasus yang bernuansa politis.

"Saya menduga dan teman-teman lawyer yang luar biasa ini menduga akan ditahan. Tapi bukan karena dua hal tadi. Sejatinya sesungguhnya bobot politisnya jauh-jauh lebih besar dari persoalan hukumnya," jelas Edy.

Edy menyatakan pihak yang membidiknya agar ditahan tidak suka karena dirinya kerap kritis di sosial media.

Namun, dia tidak menjelaskan pihak mana yang tengah membidik dirinya.

"Saya dibidik bukan karena ucapan bukan karena tempat jin buang anak. Saya dibidik bukan karena macan yang mengeong. Saya dibidik karena saya terkenal kritis," jelas Edy.

3. Merasa kritis selama ini

Edy mengatakan kerap menyampaikan kritik di sosial media.

Di antaranya kritisi terhadap RUU Omnibuslaw hingga revisi UU KPK.

"Saya mengkritisi RUU Omnibuslaw. Saya mengkritisi RUU minerba dan saya mengkritisi revisi UU KPK. Itu jadi saya bahan inceran karena podcast saya sebagai orang FNN dianggap mengganggu kepentingan para oligarki," pungkas Edy. 

Hal itulah, kata dia, yang menyebabkan dirinya dibidik.

4. Menolak IKN

Pada kesempatan itu, Edy Mulyadi juga tegas  menolak rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan.

Edy menyampaikan bahwa uang negara yang dipakai untuk pemindahan IKN bisa digunakan kepentingan lainnya.

Khususnya dalam rangka pembangunan ekonomi nasional di Indonesia.

"Saya tetap menolak IKN karena IKN banyak kajian yang penting soal tidak tepat waktunya duit yang segitu banyaknya harusnya buat menyejahterakan rakyat, buat pembangunan ekonomi nasional, buat memompa ekonomi dalam negeri, bukan untuk membangun yang coba ingat ya yang kita kemarin baru baca bank dunia menegur Bank Indonesia tidak boleh lagi beli surat utang yang ini artinya pembiayaan IKN nanti akan kembali bermasalah dan potensi mangkraknya luar biasa gedenya," ujar Edy.

Edy juga menjelaskan bahwa IKN dikhawatirkan akan memperburuk kerusakan lingkungan di Kalimantan.

Apalagi, kata dia, kerusakan lingkungan di Kalimantan telah banyak dirusak karena aktivitas tambang.

"IKN ini akan memperparah ekologi di Kalimantan yang sekarang sudah rusak tambah rusak dengan konsesi tanah yang dimiliki oleh para oligarki itu mereka nanti akan dapat kompensasi dari lahan-lahan yang mereka punya. Udah gitu mereka akan dibebaskan dari kewajiban merehabilitasi lahan-lahan yang mereka rusak bekas galian tambang yang anak anak banyak yang tenggelam," beber Edy.

5. Tidak Musuhi Orang Kalimantan

Edy berbicara soal kesejahteraan masyarakat di tengah eksploitasi lingkungan di Kalimantan.

Menurutnya, penduduk Kalimantan masih tidak sejahtera di tengah perampasan dan eksploitasi alam.

"Mohon maaf lagi, seharusnya saudara-saudara saya warga masyarakat penduduk Kalimantan jauh lebih sejahtera daripada kita di pulau Jawa, karena harusnya mereka dapat bagian tapi kita tahu dengan segala hormat di Kalimantan masih jauh dari kehidupan yang sehausnya dengan potensi sumber daya alam yang dikeruk luar biasa itu," beber Edy.

Oleh sebab itu, Edy juga menyampaikan bahwa Kalimantan bukanlah musuhnya.

Sebaliknya, dia justru memperjuangkan masyarakat Kalimantan yang masih belum sejahtera.

"Musuh saya bukan penduduk Kalimantan, bukan suku ini, suku itu segala macam tidak. Saya sekali lagi minta maaf kepada sultan sultan. Sultan Kutai, Sultan Paser, Sultan Banjar, Sultan Pontianak, Sultan Melayu atau apa sebagainya. Termasuk suku sukunya. Suku Paser, Suku Kutai segala macam. Termasuk suku dayak tadi, semuanya saya minta maaf," jelas dia.

"Musuh saya dan musuh kita adalah ketidakadilan. dan siapapun pelakunya yang hari hari ini dilakonkan oleh para oligarki melalui tangan-tangan pejabat pejabat publik kita," tutup dia.

6. HP Hilang

Edy Mulyadi mengaku ponselnya terjatuh dan hilang jelang pemeriksaanya.

"HP-nya mati. Kebetulan kemarin itu kayanya HPnya jatuh dimana itu. HPnya ilang itu, gara-gara dia naek motor, kemana, jatuh iya. Kelupaan dia, orang posisi panik," kata Kuasa Hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir kepada wartawan, Senin (31/1/2022).

Namun, Herman tidak menjelaskan secara rinci terkait kronologis hilangnya ponsel Edy Mulyadi.

Yang jelas, hilangnya ponsel tersebut tak terkait upaya untuk menghilangkan barang bukti.

Herman menyatakan bahwa kliennya kehilangan ponsel murni karena keteledorannya.

Pasalnya, Edy Mulyadi memahami kasusnya itu telah viral di Indonesia.

Apalagi sebelum ponselnya hilang, kata dia, Edy Mulyadi sempat mengalami teror ribuan telepon.

Dalam telepon tersebut, banyak yang mengaku sebagai suku Dayak memprotes ucapan kliennya.

"Iya, jadi dia teledor, (ponselnya) sudah mati. Ini dahsyat banget salahnya, bukan kaya peristiwa-peristiwa biasa. Menghadapin emosional masyarakat yang ribuan gini kan enggak gampang," pungkas Herman.

Sebagai informasi, Edy Mulyadi dilaporkan oleh beberapa pihak ke sejumlah kantor polisi di berbagai daerah atas beberapa pernyataannya termasuk salah satunya mengkritik pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.

Atas banyaknya laporan itu, alhasil Bareskrim Mabes Polri mengambil alih perkara ini, dan sejak Rabu (26/1/2022) kemarin, kasus sudah naik ke tahap penyidikan.

Tim penyidik Bareskrim Polri akan memeriksa Edy Mulyadi dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Senin (31/1/2022) ini. 

Adapun ini merupakan panggilan kedua setelah sebelumnya Edy Mulyadi mangkir dari jadwal yang sebelumnya diagendakan pada Jumat kemarin, karena mempermasalahkan prosedur surat pemanggilan. 

(Tribunnews.com/Shella Latifa/Hasanudin Aco)

Baca berita soal polemik ucapan Edy Mulyadi lainnya

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas