Ray Usul Kampanye Terbuka Dipendekkan Guna Redam Ketegangan Politik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan masa kampanye untuk Pemilu 2024 adalah selama 120 hari atau empat bulan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan masa kampanye untuk Pemilu 2024 adalah selama 120 hari atau empat bulan.
Masa 120 hari kampanye itu tertuang dalam draf Peraturan KPU tentang Tahapan Pemilu.
Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, tiga tahapan pelaksanaan pemilu dilaksanakan dengan jadwal seperti sekarang, maka sulit untuk memendekkan masa pelaksanaan kampanye.
Sebab, di dalam ketentuan Undang-undang masa kampanye dimulai tiga hari setelah penetapan peserta pemilu.
"Jadi tidak mungkin memendekkan masa kampanye jika skenario tahapan pelaksanaan Pemilu tetap seperti semula," kata Ray saat dihubungi Tribunnews, Senin (31/1/2022).
"Kecuali penetapan peserta pemilu dimundurkan, sehingga begitu tidak ada tahapan yang melanggar undang-undang," tambahnya.
Ray menjelaskan, kampanye, sebagaimana diatur, terdapat dalam dua format. Yakni terbuka dan tertutup.
Baca juga: 120 Hari Masa Kampanye Pemilu 2024, Pengamat: Terlalu Lama, Buat Kantong Kempes
Kekhawatiran pemerintah akan munculnya ketegangan politik di masa kampanye, tentu layak perhatikan. Bahkan, mengurangi jadwal kampanye juga punya resiko.
"Khususnya kepada peserta pemilu baru. Mereka dalam waktu yang cukup untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat," ucap Ray.
Tentu, tidak terlalu masalah bagi peserta lama. Sebab mereka sudah memiliki waktu selama 5 tahun untuk terus memelihara popularitas dan elektabilitas.
Dari aspek ini, kata Ray, perlu dipikirkan prinsip keadilan, khususnya kesempatan yang sama bagi peserta Pemilu untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat.
Masyarakat juga punya potensi dirugikan karena kurang mengenal calon-calon baru peserta pemilu.
Padahal, misalnya, pemilih memiliki kekecewaan terhadap person pilihan mereka sebelumnya.
"Dalam situasi seperti ini, pemilih membutuhkan untuk mengenal visi misi kandidat baru sebagai alternatif dari kandidat lama. Faktor seperti ini juga harus dipikirkan karena sifatnya prinsipil dalam pemilu," paparnya.