Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kementerian Dalam Negeri Dorong Peningkatan Pendidikan Politik Menyongsong Pemilu Serentak 2024

Rahmat Santoso mengatakan pendidikan politik perlu dilakukan dalam rangka menyongsong tahun politik 2024.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kementerian Dalam Negeri Dorong Peningkatan Pendidikan Politik Menyongsong Pemilu Serentak 2024
Tribunnews/Herudin
Ilustrasi Pemilu Serentak 2024. Pendidikan politik perlu dilakukan dalam rangka menyongsong tahun politik 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI, Rahmat Santoso mengatakan pendidikan politik perlu dilakukan dalam rangka menyongsong tahun politik 2024.

Berkaca dari Pemilu 2019, Santoso mengatakan terdapat 262 sengketa Pemilu di antaranya 1 sengketa Pilpres, 10 sengketa Pemilihan DPD, dan 251 sengketa Pemilihan DPR/DPRD.

Kemudian tahun 2020 terdapat 7 sengketa Pilkada Gubernur, 119 sengketa Pilkada Bupati, dan 14 sengketa Pilkada Walikota.

"Pendidikan politik harus dilakukan secara massif, baik dilakukan oleh pusat hingga daerah," kata Susanto dalam seminar bertema, "Pileg, Pilpres, dan Pilkada 2024, Beragam Kepentingan Satu Tujuan? yang diadakan Bidang Pengurus Pusat Pemuda Katolik Bidang Politik dan Kepemiluan secara daring, Senin (31/1/2022).

Santoso mengingatkan, Pemilu adalah wahana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang memiliki legitimasi kuat.

Baca juga: Terbitkan SK, KPU Resmi Tetapkan 14 Februari 2024 Jadi Hari Pemungutan Suara Pemilu Serentak

"Untuk itu Pemilu harus didasarkan pada asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," katanya.

BERITA REKOMENDASI

Selain Rahmat, hadir sebagai pembicara Moch Afifuddin (Anggota Bawaslu RI); Fritz Siregar (Anggota Bawaslu RI); Loly Suhenty (Anggota Bawaslu Prov. Jawa Barat); Engelbert Johannes Rohi (Wasekjen KIPP); dan Beny Wijayanto (Ketua Bidang Politik & Kepemiluan PP Pemuda Katolik).

Senada, Engelbert Rohi dan Moch Afifuddin setuju tentang adanya peningkatkan pendidikan politik.

Membaca data Pemilu 2019, keduanya sepakat bahwa Pemilu ini, rupanya tidak mendorong terciptanya pola relasi kuasa berimbang.

Baca juga: 120 Hari Masa Kampanye Pemilu 2024, Pengamat: Terlalu Lama, Buat Kantong Kempes

Indikasinya 70 persen percakapan di ruang publik didominasi oleh Pilpres.
Porsi Pileg hanya 30 persen saja. Pemilih yang mengenal nama-nama caleg di Dapilnya hanya 25 persen.

"Artinya, motif di kepala setiap pemilih yang datang ke TPS lebih didominasi untuk memilih Presiden ketimbang memilih wakilnya di legislatif (apalagi di DPD), karena 75 persen tidak mengenali para caleg yang terpampang di surat suara Pileg," kata Rohi.

Seminar bertema Pileg, Pilpres, dan Pilkada 2024
Seminar bertema Pileg, Pilpres, dan Pilkada 2024, Beragam Kepentingan Satu Tujuan? yang diadakan Bidang Pengurus Pusat Pemuda Katolik Bidang Politik dan Kepemiluan secara daring, Senin (31/1/2022).

Afifuddin menambahkan adanya kultur yang tidak sehat lainnya, Parpol (caleg) tak hanya struggling atas dirinya sendiri, tapi juga harus memperjuangkan capres-cawapres dalam satu ruang dan momen bersamaan.

"Pada zonasi di mana capres yang didukung tidak populer, maka caleg 'dipaksa' untuk inkonsisten dengan kebijakan parpol," katanya.

Baca juga: Aktivis 98 di Jawa Timur Dukung Erick Thohir Maju Jadi Capres untuk Pemilu 2024

"Fokus amatan publik lebih kepada Pilpres daripada Pileg membuat potensi kecurangan lebih pada Pileg. Maka salah satu target pemerintah dalam Pemilu dan Pilkada 2024 adalah pendidikan politik dengan memanfaatkan ragam platform media sosial yang tersedia," ujar Afifuddin.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengingatkan para kader Pemuda Katolik untuk menjadikan Pemilu Serentak 2024 sebagai momentum menumbuhkan pemahaman politik dan partisipasi politik.

Gusma menegaskan, politik dan demokrasi akan membimbing para kader Pemuda katolik untuk berpikir lebih maju.

"Maka para kader harus mampu menganalisa dinamika politik yang saat ini berkembang di dunia maya atau medsos, juga dalam kehadiran di tengah-tengah masyarakat. Dalam rangka ini Pemuda Katolik mendukung perlunya pendidikan politik agar para kader berpikir kritis dalam memilih pemimpin atau ikut dalam kontestasi Pemilu nanti," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas