Nalar Kritis Publik Dinilai Menurun, Akademi Jakarta Buat Rekomendasi di Lima Aspek
nalar kritis publik dinilai terdegradasi. Apa sebabnya? Padahal itu penting sebagai fungsi kontrol. Bagaimana solusinya?
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Nalar Kritis Publik Dinilai Menurun, Akademi Jakarta Buat Rekomendasi di Lima Aspek
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan budayawan, seniman, serta akademisi yang terhimpun dalam Akademi Jakarta, menyampaikan hasil diskusi selama setahun dalam bentuk Rekomendasi Akademi Jakarta 2022.
Dalam catatan bertajuk 'Cegah Penghancuran Nalar Publik' tersebut, Akademi Jakarta membuat rekomendasi dalam lima aspek yakni pendidikan, lingkungan hidup, aspek sosial, ekonomi dan politik.
Catatan itu melihat, tindakan represif yang diterima publik dari undang-undang dan opini sesama kalangan publik, membuat nalar kritis publik menjadi terdegradasi.
Padahal, publik seharusnya dapat menerapkan salah satu fungsinya sebagai pengawas kebijakan pemerintah.
Baca juga: Survei KedaiKOPI November 2021: Mayoritas Responden Pilih Sosok Presiden yang Merakyat dan Cerdas
Catatan juga menjelaskan permasalahan di Indonesia berakar pada praktik ekonomi-politik yang menyuburkan oligarki dan korupsi, penguasaan sumber daya secara tidak adil, pengabaian hak asasi manusia, serta kerusakan alam.
Akademi Jakarta mendesak agar dilakukan perubahan menyeluruh di bidang pendidikan mulai tingkat paling dini hingga pendidikan tinggi, lingkungan hidup, kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma, menjelaskan bahwa dibuatnya rekomendasi di aspek pendidikan, lingkungan hidup, intoleransi sosial, ekonomi, dan politik karena banyak orang yang tidak berani mengemukakan pendapatnya saat ini akibat dari ketakutan publik yang membuat nalar publik sedikit mundur.
Baca juga: Survei KedaiKOPI: 40,5 Persen Masyarakat Ngaku Keuangannya Saat Ini Lebih Buruk Dibanding Tahun Lalu
“Banyak orang itu baik-baik saja tapi tidak berani bicara, bahkan berani bicara setidaknya tidak bertentangan, ini merata, atas nama sopan santun, adab dan lain lain. Saya kira ini gejala yang tidak bagus, jadi kita buka, dengan menghapus segala macam sifat yang vulgar tidak etis, segala macam, orang biasa,” katanya.
Harapannya, rekomendasi ini dapat diterima oleh publik, karena itu yang menjadi tujuan utamanya.
Selain itu, ia juga berharap dokumen ini dapat menginspirasi siapa pun yang membacanya, bahkan apabila hanya membaca judulnya.
“Saya kira dengan orang baca judulnya orang akan berpikir, 'Jangan-jangan saya yang hancur nih nalarnya.' Sehingga mereka langsung aware, mulai saat ini saya jangan sampai bertingkah antinalar. Itu saja sudah cukup,” ungkap Seno.
Sementara itu, Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said, mengungkapkan bahwa dokumen ini penting, dalam kacamatanya, saat ini pengingkaran atau penghancuran nalar publik sudah menunjukkan tanda yang jelas, cepat, dan pasti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.