Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Eks Pejabat Ditjen Pajak Alfred Simanjuntak
Jaksa meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak seluruh nota keberatan yang dilayangkan kubu Alfred tersebut.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) telah membacakan tanggapan terhadap nota keberatan atau eksepsi terdakwa eks pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI Alfred Simanjuntak.
Dalam tanggapannya, jaksa meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak seluruh nota keberatan yang dilayangkan kubu Alfred tersebut.
Alfred Simanjuntak merupakan terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi rekayasa pajak.
"Menolak nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa II Alfred Simanjuntak untuk seluruhnya," kata jaksa Rikhi B Maghaz dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Tak hanya itu, dalam tanggapannya, jaksa juga menyatakan kepada majelis hakim kalau seluruh surat dakwaan Alfred sesuai menurut hukum dan harus dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Sebab kata dia, keseluruhan dakwaan itu sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Baca juga: Jaksa KPK Tanggapi Eksepsi Terdakwa Eks Pegawai Pajak terkait Kasus Rekayasa Penghitungan Pajak
"Sehingga, dapat dijadikan dasar pemeriksaan dan mengadili perkara tindak pidana korupsi. Menyatakan sidang pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi dilanjutkan ke tahap pembuktian," ujar Rikhi.
Jaksa juga menilai seluruh nota eksepsi yang diajukan Alfred Simanjuntak melalui penasihat hukumnya telah masuk pokok pembuktian perkara.
Penyusunan eksepsi disebut tidak cermat karena tidak memahami konstruksi perkara a quo dan seharusnya nota keberatan itu dibuktikan dalam persidangan.
"Pada pokoknya keberatan ini sudah termasuk pokok materi perkara yang harus dibuktikan di persidangan," kata jaksa.
Baca juga: Dua Eks Pejabat Ditjen Pajak Pikir-pikir Tentukan Langkah Hukum Sikapi Vonis 9 dan 6 Tahun Penjara
Diketahui dalam perkara ini, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua mantan tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak, menerima suap sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura.
Suap itu disebut diterima bersama-sama dengan anggota tim pemeriksa pajak lainnya, yaitu Yulmanizar dan Febrian.
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dua mantan pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno serta Dadan Ramdani.
Keduanya saat ini juga sedang menjalani proses persidangan.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp15 miliar dan SGD4 juta. Di mana para terdakwa menerima masing-masing sebesar SGD606,250," bunyi surat dakwaan keduanya dikutip Tribunnews.com, Rabu (26/1/2022).
Penerimaan suap diberikan bersama-sama dengan Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdhani, Yulmanizar dan Febrian merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP)untuk tahun pajak 2016; wajib pajak PT Bank PAN Indonesia (Bank Panin) Tbk tahun pajak 2016; dan wajib pajak PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Baca juga: Hakim Belum Siap, Sidang Putusan Dua Eks Pejabat Ditjen Pajak Ditunda
Jaksa mengungkapkan, saat menjabat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak.
Kemudian, Angin Prayitno Aji memberitahukan kepada para Supervisor Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural Direktur dan Kasubdit, serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak dimana pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat.
"Sedangkan 50 persen lainnya untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak," ujar jaksa.
Adapun rincian uang yang diterima yakni, sebesar Rp15 miliar dari Konsultan Pajak Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi yang mewakili PT Gunung Madu Plantations, pada Januari-Februari 2019.
Selanjutnya, juga menerima uang sebesar 500 ribu dolar Singapura dari kuasa wajib pajak Bank Panin, Veronika Lindawati, pada pertengahan 2018.
Uang 500 ribu dolar Singapura yang diduga diterima Angin dan Dadan itu merupakan fee dari total komitmen awal sebesar Rp25 miliar.
Terakhir, penerimaan uang dengan nilai total sebesar 3 juta dolar Singapura dari Agus Susetyo selaku perwakilan atau konsultan hukum PT Jhonlin Baratama.
Uang itu diterima keduanya pada Juli-September 2019.
Wawan dan Alfred didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Khusus Wawan, juga dikenakan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.