Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jurisdiction Collective Action Forum Bahas Inovasi Finansial untuk Bangun Pendekatan Yurisdiksi

Minat investor terhadap investasi berkelanjutan, meningkat. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya sinyalemen pasar dan produsen untuk mengedepankan ESG

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Jurisdiction Collective Action Forum Bahas Inovasi Finansial untuk Bangun Pendekatan Yurisdiksi
Freepik/jcomp/kompas.com
ILUSTRASI investasi hijau berkejanjutan. 

Jurisdiction Collective Action Forum Keenam Bahas Inovasi Finansial untuk Bangun Pendekatan Yurisdiksi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Diskusi Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF) kembali dihelat.

Pada even JCAF keenam ini, para pelaku bisnis, pemerintah pusat maupun regional serta civil societies saling berbagi pengetahuan dan pengalaman strategis dalam implementasi penerapan pendekatan yurisdiksi yang beragam di Indonesia dan Malaysia.

Pendekatan yurisdiksi (jurisdical action/JA) dilaksanakan untuk mendorong pembangunan yang mencakup perlindungan hutan, produksi komoditas yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat melampaui beragam sektor komoditas dan pihak. 

Dihadiri oleh lebih dari 950 peserta, JCAF menyediakan ruang untuk para pihak berkontribusi ide yang konstruktif dalam mengidentifikasi tantangan, peluang, dan prioritas untuk mendukung pemerintah dalam mencapai penurunan deforestasi.

Baca juga: KLHK Pastikan Pantau Deforestasi Hutan RI Setiap Tahunnya

JCAF #6 kali inimembahas tentang pola kolaborasi dalam pembentukan kelembagaan institusi pada tingkat tapak, dukungan asistensi untuk petani serta komitmen pemerintah daerah untuk dorong masuknya investasi hijau.

BERITA REKOMENDASI

Dari para pembicara, diketahui telah banyak sinyalemen pasar dan produsen untuk mengedepankan faktor lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) menunjukkan meningkatnya minat investor terhadap investasi yang berkelanjutan.  

Pembahasan lainnya yang menjadi sorotan adalah selama pemulihan pandemi Covid-19, diperlukan dukungan finansial serta pembangunan infrastruktur yang memadai. 

Menurut CEO PT SMI Edwin Syahruzad, perlu dipastikan pengadaan infrastruktur jadi kebutuhan dasar rencana pembangunan jangka panjang tahun ini.

“Kami sedang mempersiapkan diri untuk mendukung Indonesia sebagai penyelenggara G20 melalui serangkaian tema dan isu prioritas yang diamanatkan oleh Bapak Presiden, yaitu mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui transisi energi dengan mendorong keterlibatan swasta di B20, di sektor Energy, Sustainability, & Climate Business Entities, Associations, & Think-Tank dalam mengakselerasi pencapaian SDGs,” katanya dalam webinar Forum Jurisdiction Collective Action (JCAF), Selasa (8/2/2022).

Meskipun, diakuinya, saat ini skema PT SMI masih terfokus pada pendanaan untuk sektor infrastruktur, namun dengan masuknya dana Green Climate Fund, kini pihaknya mempelajari pengembangan program di sektor land-use dan potensi untuk menghubungkan pengelolaan proyek di tingkat yurisdiksi dan kemungkinan mengembangkan blended finance ke sektor pertanian ke depannya.  

Edwin juga menambahkan komitmen dan juga kepemimpinan Pemerintah Daerah adalah faktor kunci  terselenggaranya Kolaborasi Public Private Partnership  di tingkat subnasional.  

Ada beberapa skema pembiayaan dan investasi untuk kegiatan 'hijau' yang tersedia di tingkat nasional yang dapat di akses di daerah. 

Indra Darmawan, Penasihat Senior Ekonomi Kementerian Investasi/BKPM mengatakan, pemerintah memiliki berbagai perangkat fiskal dan dana melalui organisasi anggaran sektoral atau kementerian terkait.

Fasilitas pembiayaan ini sudah tersedia di tingkat nasional dan dapat digunakan oleh pemerintah daerah juga.

Contohnya, Pemerintah mendanai 27% dari total $365 miliar untuk mencapai target NDC antara 2020-2030 diikuti potensi sektor swasta berkontribusi hingga 33%. 

Anggaran Pemerintah provinsi termasuk beberapa hibah khusus seperti DAK Fisik/non-Fisik, dan Dana Desa serta metode transfer fiskal ekologis, juga tersedia dalam dana APBN. 

“Diperlukan stimulasi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di daerah-daerah dan melibatkan sejumlah besar investor melalui kemitraan antara banyak pihak, pemerintah dan non-pemerintah. Ini momentum yang baik. Pemerintah daerah dengan sektor lokal dapat membentuk mekanisme kerja sama pemerintah-swasta untuk dapat mendorong pembangunan berkelanjutan di daerah-daerah dimana  kita sangat terbuka untuk adanya pengembangan dan perbaikan ke depan,” kata Indra. 

Direktur Eksekutif Bumitama Agri Christina Lim berpendapat pelaku bisnis harus dapat menghubungkan upaya konservasi dengan valuasi ekonomi agar masyarakat sekitar dapat mandiri dan berkelanjutan.

Beberapa program berbasis masyarakat yang didorong oleh Bumitama salah satunya lewat program sertifikasi petani kecil dan pre-financing to plasma.

“Saat ini bisnis tidak lagi membicarakan tentang bisnis melainkan mendorong konservasi berbasis komunitas dengan melakukan engagement yang dapat diterapkan dan direplika oleh wilayah lain yang juga membuka kesempatan bagi stakeholder dan juga investasi masuk agar dapat di-scale up,” jelas Christina. 

Webinar JCAF Dialogue #6 kali ini bertujuan untuk mewadahi dialog yang  konstruktif dan berbasiskan solusi untuk mempererat kolaborasi mendorong pertumbuhan Indonesia yang rendah karbon lewat berbagai prioritas.

Aksi kolektif yurisdiksi virtual dialog putaran keenam ini diselenggarakan bersama Inisiatif Dagang Hijau (IDH) yang akan membagikan pembelajaran model pendekatan lanskap berdasarkan rantai komoditas berkelanjutan yang membawa kemajuan pada tata kelola, transformasi bisnis, dan kegiatan tingkat lapangan juga sebagai tantangan dalam mengembangkan dampak proyek dalam skala besar.

Pengetahuan saat ini di antara para peserta tentang praktik berkelanjutan dengan hutan dunia menjadi beberapa isu yang memotivasi mengenai Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS), modal intensifikasi yang proporsional dan peluang untuk meningkatkan potensi kelayakan untuk sumber produksi yang diverifikasi dan keuangan di rantai pasokan yurisdiksi regional.

IDH dengan mitra global saat ini mengembangkan model Rencana Pertumbuhan Hijau yang menghubungkan  pasar global (Eropa, Belanda) dengan entitas nasional, provinsi, atau lokal dan swasta pada area produksi.

Di Asia Tenggara, sektor publik memegang tanggung jawab utama untuk pemberian layanan dan sektor swasta menyediakan layanan, dengan demikian berbagi risiko dan imbalan, untuk mencari dukungan dari proses hingga kinerja melalui cara yang saling melengkapi.

Hasil gabungan akan membuktikan transformasi perjalanan sederhana, mekanisme efektif bagi konsumen untuk mengklaim sumber daya berkelanjutan yang diverifikasi dan dampak nyata dan nyata untuk investasi.

Bagi para pemimpin Yurisdiksi, Kerja sama pemerintah-swasta (PPP) dapat menjadi peluang penting untuk mengembangkan potensi wilayah mereka sebagai elemen tambahan dari proposisi nilai global, serta memberi penghargaan kepada yurisdiksi yang berkinerja progresif.

Sementara itu di tingkat Kabupaten, Pemerintah siap untuk menjalankan skema blended finance dan bermitra dengan pihak swasta untuk mengolah dana luar selain pendanaan lokal seperti dana APBN, APBD provinsi dan kabupaten, ADD untuk meningkatkan kontribusi PDRB Kab Kubu Raya yang saat ini sebesar 29,1T

Strategi kepung bakul dilakukan untuk mendorong kolaborasi antara SKPD (Satuan Kerja Perangkat  Daerah) dan petani kecil guna membangun ekonomi hulu hingga hilir dan memetakan isu lewat skema zonasi untuk hindari intervensi ganda dan tepat sasaran. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas