Kepala BIN Bicara Pemindahan IKN dari Perspektif Pertahanan dan Keamanan
Selain dari pendekatan geografis dan sosial ekonomi, kebijakan pemindahan IKN juga perlu ditinjau dari pendekatan pertahanan dan keamanan.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan mengatakan, pengesahan Rancangan Undang-undangan Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang oleh DPR pada 18 Januari lalu menjadi titik tolak komitmen politik negara untuk memindahkan Ibu Kota.
Menurutnya, UU yang terdiri dari 11 bab dan 44 pasal ini memuat segala urusan terkait pemindahan IKN.
Meskipun terdapat kritik hingga gugatan terhadap UU IKN dari berbagai pihak terkait proses pengesahan hingga substansi dari UU tersebut.
Namun, tentu ini perlu dilihat sebagai hadirnya partisipasi publik dalam proses demokrasi di Indonesia.
Partisipasi publik dibutuhkan mengingat terdapat 14 pasal yang harus didetailkan melalui aturan teknis berupa keputusan presiden, peraturan presiden dan peraturan pemerintah.
"Sesungguhnya, gagasan pemindahan IKN sudah muncul sejak era Presiden Soekarno hingga presiden-presiden selanjutnya. Namun, pembahasannya selalu timbul lalu tenggelam karena belum dieksekusi secara matang. Pada tahun 60-an, dengan kemampuan analisis yang tajam, Bung Karno mampu melakukan forecasting bahwa IKN Republik Indonesia di kemudian hari harus pindah ke luar Pulau Jawa," kata Budi Gunawan, Kamis (10/2/2022).
Sebab, dikatakan Budi Gunawan secara geografis pada saatnya Pulau Jawa sudah tidak akan mampu lagi menanggung beban pertambahan penduduk.
Lebih lanjut, pindahnya IKN juga dalam rangka mendorong terciptanya magnet pertumbuhan ekonomi baru yang dapat memberi kontribusi secara nasional.
Selaras dengan forecasting Bung Karno, data Kemendagri pada Desember 2020 menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia mencapai 271,35 juta jiwa, sebanyak 131,79 juta jiwa atau 55,94 persen penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Proporsi penduduk Indonesia yang berada di Sumatera mencapai 21,73 persen.
Baca juga: Muncul Petisi Penolakan IKN, Sultan: Itu Pesan Cinta Kaum Intelektual yang Penting Bagi Bangsa
Sebanyak 7,43 persen penduduk Indonesia berada di Sulawesi, dan 6,13 persen penduduk Indonesia berada di Kalimantan.
"Tingginya proporsi penduduk mengakibatkan daya dukung Pulau Jawa, termasuk Jakarta, semakin berat yang berimplikasi menimbulkan beragam permasalahan turunan, mulai dari lingkungan hidup hingga sosial-ekonomi," ujarnya.
Selain itu, mencermati data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi ekonomi Pulau Jawa terhadap ekonomi nasional pada kuartal III tahun 2021 mendominasi sebesar 57,55 persen. Jauh lebih tinggi dari pulau - pulau lainnya, termasuk Kalimantan yang hanya 8,32 persen.
"Untuk itu, Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur berpotensi menstimulus pertumbuhan ekonomi semakin merata ke luar Pulau Jawa. Namun, tentu untuk mewujudkan cita-cita ini perlu dibarengi dengan percepatan konektivitas antar wilayah dan adanya keterkaitan yang kuat antar sektor industri," tuturnya.
Masih kata Budi Gunawan, secara global, sejarah mencatat, perpindahan IKN adalah fenomena umum yang telah dilaksanakan oleh banyak negara.
Baca juga: Pemindahan IKN Dinilai Telah Memiliki Legitimasi Syarat Formil Maupun Materiil Perundang-undangan
Terdapat lebih dari 31 negara yang berhasil memindahkan Ibu Kota negaranya dalam 100 tahun terakhir. Dan saat ini, terdapat lebih dari 35 negara di dunia yang secara serius tengah aktif membahas rencana untuk memindahkan Ibu Kota negaranya.
"Singkatnya, berbagai catatan keberhasilan yang ada menunjukkan bahwa makna perpindahan IKN tidak dapat hanya direduksi menjadi pindahnya gedung-gedung pemerintahan dan pembangunan fisik semata," ucapnya.
Pendekatan Pertahanan-Keamanan
Selain dari pendekatan geografis dan sosial ekonomi, kebijakan pemindahan IKN juga perlu ditinjau dari pendekatan pertahanan dan keamanan.
Pasalnya, IKN adalah simbol kedaulatan negara yang potensial terhadap ancaman.
"Sejarah penaklukan suatu negara memberi catatan penting bahwa penaklukan suatu negara secara de facto ditandai dengan keberhasilan dalam menduduki Ibu Kota Negaranya," ujarnya.
Dalam konteks ini, sebagaimana yang telah diterapkan di banyak negara, konsep pemisahan IKN sebagai pusat pemerintahan dengan kota-kota besar lainnya, termasuk Jakarta, sebagai pusat ekonomi dapat meminimalisir aspek kerentanan (vulnerability) ancaman pertahanan dan keamanan.
Terpusatnya lokasi pemerintahan dan ekonomi sebagai bagian dari infrastruktur kritis (critical infrastructure) berpotensi menjadi sebuah kerugian besar apabila terjadi serangan dan gangguan keamanan dan pertahanan.
Lebih lanjut, pemerintah berencana mewujudkan smart city bagi IKN di Kalimantan Timur yang mengadopsi kemajuan teknologi, khususnya Internet of Things (IoT). Hal ini sebagaimana dilakukan banyak negara di dunia yang menggerakkan sumber daya strategis melalui teknologi yang kompleks, seperti tenaga listrik, finansial, pelayanan publik, transportasi publik, termasuk lalu lintas darat, laut dan udara, serta minyak bumi dan gas, juga sumber daya strategis lainnya.
Namun, kemajuan teknologi yang membawa kemudahan, efektivitas dan efisiensi, juga memberi arena baru bagi peperangan hibrida dengan mengeksploitasi kerentanan dalam pertahanan dan keamanan suatu negara.
Berbagai bentuk ancaman seperti peretasan ke infrastruktur kritis, UAV/Suicide Drone, rudal jarak jauh, pencurian data strategis, spionase dan post truth di media sosial, radikalisasi di dunia maya, aksi terorisme dan ancaman lainnya yang tengah berlangsung di berbagai belahan dunia dapat saja terjadi di IKN.
Oleh karena itu, pada perencanaan arsitektur pertahanan dan keamanan IKN yang akan mengadopsi smart defense, Indonesia perlu mengambil momentum ini untuk menajamkan rumusan postur, doktrin dan strategi sumberdaya pertahanan dan keamanan dalam menghadapi ancaman hibrida, baik yang berdimensi militer dan non militer. Khususnya dalam mengadopsi teknologi terkini yang mendukung adanya sistem interoperabilitas dan Network Centric Warfare.
"Hal ini sebagaimana yang dilakukan banyak negara di dunia sebagai bagian dari Revolutionary in Military Affairs (RMA)," ujarnya.
IKN akan Perkuat Diplomasi Pertahanan
Lebih lanjut Budi Gunawan mengatakan, pemindahan ibukota dari Jakarta ke Nusantara juga memiliki implikasi penguatan pertahanan.
Dari aspek geostrategi, Indonesia akan memiliki strategic depth yang lebih dalam mengingat Pulau Kalimantan memiliki luas 6 kali pulau Jawa.
Selain itu juga akan memungkinkan terbangunnya klaster industri pertahanan yang terintegrasi sebagai syarat terwujudnya indigenous defense productions atau produksi alutsista mandiri buatan dalam negeri.
"Ini akan memungkinkan Indonesia memanfaatkan dinamika geopolitik di Indo Pasifik dengan mendayung di antara aliansi-aliansi regional seperti Five Power Defence Arrangements (FPDA), AUKUS, dan OBOR/BRI China," katanya.
Dibentuknya AUKUS, ucap Budi Gunawan, juga hadirnya kekuatan beberapa anggota NATO di kawasan, semakin menegaskan bahwa konstelasi Geopolitik kekuatan negara-negara di dunia bergeser ke Asia Pasifik.
Ini merupakan sinyal kuat bagi negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia untuk mencegah, sekaligus bersiap terjadinya peningkatan eskalasi hingga kemungkinan terburuk adanya perang terbuka sebagaimana adagium klasik, yaitu Si Vis Pacem, Para Bellum (jika ingin perdamaian, bersiaplah untuk perang).
Meskipun, secara resmi AS, Inggris dan Australia mengumumkan dibentuknya AUKUS adalah untuk mendorong stabilitas keamanan di kawasan Indo Pasifik dan tidak untuk melanggar Traktan Non-Proliferasi Nuklir di kawasan, namun tidak ada jaminan bahwa kapal selam nuklir tidak akan hilir mudik di ALKI dan Laut Teritorial Indonesia.
"Untuk itu, Indonesia perlu aktif berperan dalam memperkuat diplomasi pertahanan di kawasan yang bertujuan untuk meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) dan pengembangan kapasitas (capacity building)," tuturnya.
Sebab, Indonesia memiliki posisi yang unik karena memiliki berbagai kerja sama strategis di bidang ekonomi, maritim dan keamanan, baik dengan negara-negara anggota AUKUS, FPDA, dan China. Keunikan ini dapat menjadi keuntungan Indonesia untuk berperan secara diplomatik, baik untuk mendorong ASEAN membuat Joint Statement, ataupun secara mandiri untuk memastikan semua pihak tidak memicu adanya konflik terbuka dan perlombaan senjata di kawasan.
Khususnya dalam mematuhi kewajiban untuk menjaga kawasan yang bebas nuklir, menjaga stabilitas keamanan dan menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS).
"Di sisi lain, pemindahan IKN ini juga menjadi momentum Indonesia untuk gelar kekuatan dalam memperketat penjagaan di wilayah ALKI dan perairan yang berbatasan dengan wilayah Indo Pasifik. Hal ini penting untuk menegaskan sekaligus memperkuat sikap dan upaya diplomasi pertahanan Indonesia untuk merespon dinamika lingkungan strategis terkini di kawasan, serta melindungi kepentingan nasional," tuturnya.