Korban Binomo Berharap Laporan Indra Kenz ke Polisi terkait Pencemaran Nama Baik Dihentikan
Finsensius Mendrofa menyampaikan bahwa laporan polisi yang didaftarkan oleh Indra Kenz merupakan prematur dan upaya pembungkaman terhadap para korban.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban dugaan kasus penipuan trading binary option melalui aplikasi Binomo berharap laporan polisi Crazy Rich Medan Indra Kenz yang didaftarkan di Polda Metro Jaya untuk dihentikan oleh pihak kepolisian.
Diketahui, Indra Kenz melaporkan balik korban Binomo atas dugaan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya. Indra Kenz menolak dianggap menipu dalam kasus Binomo.
Kuasa Hukum Korban Binomo, Finsensius Mendrofa menyampaikan bahwa laporan polisi yang didaftarkan oleh Indra Kenz merupakan prematur dan upaya pembungkaman terhadap para korban.
"Korban Binomo mengharapkan laporan polisi Indra Kenz segera dihentikan. Saya sudah sampaikan sejak awal bahwa laporan Indra Kenz itu kepada klien saya sangat prematur dan patut diduga hanya untuk membungkam korban Binomo," ujar Finsensius saat dikonfirmasi, Sabtu (12/2/2022).
Dia menilai laporan polisi terhadap para korban Binomo harus diutamakan terlebih dahulu oleh pihak kepolisian.
"Secara hukum laporan polisi korban Binomo lebih diutamakan dan dibuktikan terlebih dahulu," jelas Finsensius.
Finsensius mengapresiasi terkait instruksi Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto yang telah menarik laporan polisi kasus Binomo dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri.
"Korban pada hubungi saya, mereka sangat senang dan lega karena laporan Indra Kenz ditangani secara objektif oleh Polri apalagi Kabareskrim memerintah ditarik di Bareskrim," kata Finsensius.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah memeriksa pelapor yang menjadi korban dugaan kasus penipuan trading binary option melalui aplikasi Binomo pada Kamis (10/2/2022).
Adapun terlapor dalam kasus itu merupakan Crazy Rich Medan Indra Kenz (IK) Dkk.
Terlapor diduga menyebarkan berita bohong alias hoax hingga pencucian uang dalam kasus yang dilaporkan pelapor.
"Telah terjadi dugaan tindak pidana judi online dan atau penyebaran berita bohong (hoax) melalui media elektronik dan atau penipuan/perbuatan curang dan atau dan atau tindak pidana pencucian uang oleh yang diduga dilakukan terlapor IK Dkk," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Jumat (11/2/2022).
Dijelaskan Whisnu, Indra Kenz Dkk diduga turut terlibat menyebarkan promosi melalui berbagai platform dan menawarkan sejumlah keuntungan melalui aplikasi Binomo.
Baca juga: Indra Kenz Pernah Dipanggil Polda Sumut Terkait Aplikasi Binomo Tahun 2020: Begini Hasilnya
Terlapor juga diduga menyatakan bahwa Binomo telah legal di Indonesia.
"Modusnya pun beragam salah satunya adalah dengan melihat promosi yang disebar oleh terlapor atas nama IK Dkk melalui YouTube, Instagram, Telegram dengan menawarkan keuntungan melalui aplikasi trading Binomo bahwa Binomo sudah legal dan resmi di Indonesia," jelas Whisnu.
Selain itu, kata Whisnu, Indra Kenz Dkk juga mengajarkan strategi trading dalam aplikasi Binomo tersebut. Hal ini pun membuat para korbannya terpedaya untuk ikut bergabung.
"Bukti dalam YouTube terlapor dan juga terlapor mengajarkan strategi trading dalam aplikasi tersebut dan terus memamerkan hasil profitnya lalu kemudian korban ikut bergabung dari yang profit hingga akhirnya selalu loss," terang Whisnu.
Menurut Whisnu, Indra Kenz Dkk diduga telah menjanjikan keuntungan sebesar 85 persen dari nilai yang dibuka perdagangan para korbannya.
"Pada sekitar April 2020 dari Aplikasi atau Website Binomo telah menjanjikan keuntungan sebesar 80 persen sampai dengan 85 persen dari nilai atau dana buka perdagangan yang ditentukan setiap trader atau korban," jelas Whisnu.
Sampai dengan saat ini, korban yang sudah datang melapor ke Bareskrim Polri berjumlah 8 orang. Di antaranya, MN dengan kerugian Rp 540 juta, LN Rp 51 juta, RSS Rp 60 juta, FNS Rp 500 juta, FA Rp 1,1 miliar, EK Rp 1,3 miliar, AA Rp 3 juta dan RHH Rp 300 juta.
"Dimana total dari keseluruhan kerugian jika digabungkan sampai dengan saat ini sekitar kurang lebih Rp 3,8 miliar," kata Whisnu.
Dalam kasus ini, pasal yang dipersangkakan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Ayat (2) Jo Pasal 27 Ayat (2) dan atau Pasal 45 A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang Undang No. 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 3 Pasal 5 dan Pasal 10 Undang Undang No. 8 Tahun 2010, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.