Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus PKS Desak Pemerintah Cabut Permenaker Nomor 2/2022 yang Dinilai Merugikan Pekerja

Jika dana JHT hanya bisa dicairkan 100 persen saat usia pensiun, maka pekerja semakin rentan tidak mendapatkan perlindungan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Politikus PKS Desak Pemerintah Cabut Permenaker Nomor 2/2022 yang Dinilai Merugikan Pekerja
change.org
Petisi online menolak aturan baru pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Indra menyebut, munculnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) akan membuat pekerja kehilangan jaring pengaman saat terjadi PHK.

Menurut Indra, kebijakan ini layak dikritisi karena pekerja baru dapat mencairkan 100 persen dana JHT setelah memasuki usia pensiun 56 tahun.

Padahal secara prinsip, kata Indra, JHT merupakan uang pekerja yang dipotong setiap bulannya dari upah mereka.

"Jadi sebagai sebuah hak maka semestinya dapat diambil saat pekerja berhenti bekerja, baik karena memasuki usia pensiun maupun karena ter-PHK atau mengundurkan diri," kata Indra, dalam keterangannya, Minggu (13/2/2022).

Apalagi, sejak disahkannya UU Cipta Kerja, Indra mengatakan posisi pekerja semakin lemah karena lebih mudah di-PHK dan membuat jumlah uang pesangon tergerus secara signifikan.

Baca juga: Gerindra Minta Pemerintah Kaji Ulang soal Aturan JHT Bisa Cair di Usia 56 Tahun

Selain itu, jika dana JHT hanya bisa dicairkan 100 persen saat usia pensiun, maka pekerja semakin rentan tidak mendapatkan perlindungan dengan situasi ekonomi yang belum terlalu pulih dan masih rawannya PHK.

BERITA REKOMENDASI

"Pekerja yang kena PHK biasanya akan mengalami goncangan masalah ekonomi, sebab itu mereka membutuhkan dana JHT dalam memenuhi kebutuhannya maupun sebagai dana menambah modal usaha," ucapnya.

Indra mengungkapkan, pemerintah juga wajib mendengar suara penolakan dari pekerja yang terus bergema.

"Apalagi pada 2015, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan yang serupa dan akhirnya dicabut karena penolakan yang luas," ujarnya.

"Di publik sudah ada 140 ribu lebih orang yang menandatangai petisi menolak berlakukan Permenaker No 2 Tahun 2022 dan bisa terus bertambah merespons kebijakan yang baru dikeluarkan kurang dari 24 jam. Jika pemerintah peka, suara publik ini juga wajib didengar," kata Indra.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas