Respons ICJR Terkait Putusan Ganti Rugi Rp 331 Juta untuk Korban Tindak Asusila Herry Wirawan
Terdakwa kasus asusila terhadap 13 santriwati, Herry Wirawan, divonis seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus asusila terhadap 13 santriwati, Herry Wirawan, divonis seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Vonis terhadap Herry Wirawan tentu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman pidana mati dan kebiri kimia.
Majelis Hakim juga menjatuhkan restitusi senilai Rp 331 juta, yang pemenuhannya dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) atas kerugian yang diderita oleh korban.
Institute for Criminal Justice Reforme (ICJR) sejak awal mengutuk perbuatan yang dilakukan pelaku Herry Wirawan dan berempati kepada korban serta keluarganya atas peristiwa ini.
"Namun putusan ini merefleksikan fenomena yang jamak terjadi di Indonesia belakangan, terutama di dalam kasus kekerasan seksual dan kasus yang melibatkan anak-anak, bahwa negara hanya berfokus kepada penghukuman terhadap penghukuman keras bagi pelaku, tanpa melihat hal yang seharusnya semenjak awal menjadi fokus di dalam kasus, yakni pemulihan bagi korban," ujar Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022).
Baca juga: Dibebankan Ganti Rugi Rp331 Juta di Kasus Herry Wirawan, Menteri PPPA: Tidak Memiliki Dasar Hukum
Dia menuturkan, carut marutnya sistem pemulihan bagi korban berdampak pada ketidakjelasan hak yang dapat diperoleh korban tidak kunjung diperbaiki.
Revisi UU Perlindungan Anak di tahun 2016 yang merupakan momen tepat bagi negara untuk memperbaiki kebijakan soal jaminan pemulihan korban, justru menghadirkan kebijakan kepada pelaku saja, dengan hadirnya gimmick seperti kebiri kimia dan pidana mati.
Menurut Maidina, adanya korban dari perbuatan tindak pidana dan kerugian yang dialaminya, negara bertanggungjawan menyedikan pemulihan yang efektif, baik dibebankan kepada pelaku ataupun ditanggung negara.
Pemulihan bagi korban bukan sebagai bentuk penghukuman yang bergantung pada putusan pengadilan bagi pelaku.
Baca juga: Menteri PPPA Hormati Vonis Seumur Hidup terhadap Herry Wirawan
"Dikarenakan HW dituntut dengan pidana mati oleh Penuntut Umum, hakim menyatakan maka penjatuhan restitusi tidaklah dimungkinkan dengan mempertimbangkan Pasal 67 KUHP," kata Maidina.
Dia menyebut, Majelis Hakim melakukan ‘improvisasi’ dengan membebankan restitusi dibayarkan oleh pihak ketiga yang ditentukan yakni Kementerian PPPA.
Hal ini tidak dikenal dalam skema pembayaran restitusi, pihak ketiga negara.
Maidian menegaskan, korban kekerasan seksual baik anak maupun dewasa tentu saja berhak untuk memperoleh ganti kerugian atas peristiwa yang dialaminya baik dalam bentuk restitusi ataupun kompensasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.