Said Abdullah Kritisi Wacana 'Fatwa Haram Wayang'
Said Abdullah mengatakan untuk kesekian kalinya kita dikejutkan dan diusik dengan atas pengharaman fatwa oleh seorang ustadz yakni Ustadz Basalamah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan HM Said Abdullah prihatin dengan kehidupan keagamaan di Indonesia yang seolah tidak henti dirundung berbagai fatwa agama tanpa konteks.
Hal itu terlihat dari sedemikian mudahnya agamawan meluncurkan fatwa yang berakibat segregasi sosial makin menguat.
"Agama, apalagi Islam diturunkan kepada manusia di muka bumi bukan untuk membuat permusuhan. Agama malah menuntun manusia untuk berbuat baik secara transendensi maupun antroposentri," kata Said Abdullah dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022).
Said Abdullah mengatakan untuk kesekian kalinya kita dikejutkan dan diusik dengan atas pengharaman fatwa oleh seorang ustadz yakni Ustadz Khalid Basalamah.
Baca juga: Khalid Basalamah Dilaporkan oleh Sandy Tumiwa ke Bareskrim Polri Soal Ujaran Wayang Dilarang Agama
Ketua Badan Anggaran DPR RI ini menduga Ustadz Khalid Basalamah kurang membaca riwayat syiar Islam para wali, khususnya Wali Songo di tanah Jawa.
"Wali Songo menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan lembut, menghargai eksistensi kebudayaan Jawa yang memang sudah matang. Jawa pra Islam telah menjadi kebudayaan tinggi, banyak karya agung mulai Candi Borobudur dan Prambanan yang merupakan simbol kerukunan Hindu dan Budha," katanya.
"Kita juga mengenal banyak maha karya susastra, seperti Negarakertagama, Pararaton, Sutasoma, Arjunawiwaha, dan lain lain adalah wujud Jawa pra Islam sudah matang sebagai entitas kebudayaan," ujar Said Abdullah.
Menurut dia, saat Islam masuk ke nusantara khususnya Jawa pada Abad 11 Masehi melalui hubungan internasional leluhur di berbagai bidang perdagangan, politik, kasusastraan, dan lainnya tidak dengan serta merta mengabaikan berbagai kebudayaan tinggi yang tumbuh di Jawa.
"Bahkan ketika Kerajaan Demak berdiri, sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, para wali menempatkan kebudayaan Jawa ditempat yang tinggi. Mereka tidak dengan mudah melarang petik laut, sedekah bumi, hingga berbagai kesenian seperti wayang," katanya.
Bahkan melalui berbagai kebudayaan itu para wali meletakkan Islam dalam proses inkulturasi, memasukkan ketauhidan Islam melalui berbagai kebudayaan yang tumbuh ditengah tengah masyarakat.
Dengan kreatif, menurut Said, Sunan Kalijaga menciptakan berbagai tembang tembang Jawa sebagai sarana mengenalkan Islam dengan lembut, agar mudah dipahami dan diterima di tanah Jawa.
Misalnya saja kita mengenal tembang tombo ati, lir ilir, turi putih, mampir ngombe, dan lainnya yang kesemuanya diterima dengan baik dan menjadi ruang dakwah kultural yang menyentuh hati.
"Bahkan Sunan Kalijogo menggunakan wayang kulit untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat di Tuban dan sekitarnya," katanya.
"Jika wayang pra Islam tidak mengenai eksistensi Sang Hyang Tunggal, Sunan Kalijogo mengenalkan eksisten Sang Hyang Tunggal dalam kisah pewayangan. Islam menjadi mudah dipahami, tanpa harus mengganggu eksistensi liyan," katanya menambahkan.