Kasus Korupsi Heli AW-101 Digugat Praperadilan, KPK Yakin Gugatan Ditolak
Merespons hal itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat praperadilan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland atau AW-101 tahun 2016-2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penggugat adalah Jhon Irfan Kenway.
Merespons hal itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut.
"Informasi yang kami terima, benar pihak terkait perkara ini mengajukan gugatan praperadilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK tentu siap menghadapinya," kata Ali saat dikonfirmasi, Rabu (16/2/2022).
Baca juga: ICW: Firli Bahuri Sebar SMS Bukan Tentang Korupsi, Manfaatkan Posisi Ketua KPK
Ali mengatakan pihaknya sudah mengantongi banyak bukti terkait perkara itu.
KPK optimis bakal memenangkan praperadilan.
"Kami optimis gugatan dimaksud akan ditolak pengadilan," kata Ali.
Sebelumnya, KPK digugat praperadilan terkait kasus dugaan rasuah pengadaan Helikopter AW-101 di PN Jakarta Selatan.
"Klasifikasi perkara, sah atau tidaknya penetapan tersangka," tulis sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikutip pada Selasa (8/2/2022).
Gugatan itu teregistrasi dengan nomor surat: 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.
Jhon juga meminta KPK mencabut surat pemblokiran aset yang sudah dilakukan.
Salah satu aset merupakan milik ibu kandung Jhon.
Jhon juga meminta hakim membatalkan pemblokiran uang negara Rp139,43 miliar.
Uang itu ada di rekening PT Diratama Jaya Mandiri.
Sebelumnya, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar.
Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain.
Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinisial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari WW.
Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.