Sidang Dugaan Korupsi Helikopter AW-101, Penasihat Hukum Terdakwa Keberatan Tuntutan JPU
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 15 tahun penjara
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menyidangkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Helikopter AgustaWestland (AW)-101 untuk TNI Angkatan Udara (AU) Tahun Anggaran 2016.
Sidang dipimpin Djuyamto SH selaku Ketua Majelis Hakim. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp177 miliar, dan denda Rp1 miliar.
Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa, Pahrozi menyatakan keberatan atas tuntutan JPU yang mengabaikan fakta persidangan.
Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Jaksa KPK Tuntut John Irfan Kenway Dihukum 15 Tahun Bui
Ia menilai KPK sewenang-wenang dan memaksakan tuntutan tersebut serta tidak menghiraukan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Kami sangat menyayangkan tuntutan JPU. Tuntutan itu sangat dipaksakan dan KPK mengabaikan fakta-fakta di persidangan," kata Pahrozi kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (30/1/2023) petang.
Oleh karena itu, kata Pahrozi, pihaknya selaku penasihat hukum terdakwa sangat keberatan atas tuntutan tersebut, karena seharusnya dalam rangka mencapai tujuan negara hukum, yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum serta perlidungan hak asasi manusia, sepatutnya dan beralasan hukum bahwa JPU wajib menuntut bebas terdakwa dari dakwaan dengan segala akibat hukumnya.
Pahrozi kemudian menyebut alasan mengapa terdakwa seharusnya dituntut bebas. Pertama, katanya, KPK telah melanggar undang-undangnya sendiri, yakni UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, dalam melakukan proses hukum terhadap terdakwa.
Kedua, kata Pahrozi, terbukti KPK dengan tanpa hak dan kewenangan telah melakukan perhitungan
kerugian negara sendiri terhadap pengadaan Helikopter AW-101 Tahun Anggaran 2016 di unit organisasi TNI AU, dan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara yang dihitung KPK sendiri tersebut tidak dilampirkan dalam berkas perkara, namun hanya disampaikan kepada Majelis Hakim.
Baca juga: KPK Periksa Sekretaris Perusahaan BUMN PT Amarta Karya, Brisben Rasyid
Ketiga, kata Pahrozi, terbukti KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyita uang milik negara. “Keempat, terbukti di muka persidangan bahwa peristiwa yang dapat dibuktikan dalam perkara ini adalah peristiwa keperdataan dalam pengadaan Helikopter AW-101 Tahun Anggaran 2016 di TNI AU, yang telah diselesaikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tahun 2019 dan rekomendasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI tahun 2020,” jelas Pahrozi.
"Dengan fakta-fakta tersebut tak patut terdakwa dituntut 15 tahun penjara. Bahkan sebaliknya, seharusnya dituntut bebas," tandasnya.
Jaksa KPK Tuntut John Irfan Kenway Dihukum 15 Tahun Bui
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia dihukum pidana penjara selama 15 tahun.
Jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhi pidana denda kepada Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang itu sebesar Rp1 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa Arif Suhermanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/1/2023).
Jaksa meyakini John Irfan Kenway terbukti bersalah mengorupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101.
Selain itu, JPU KPK juga menuntut pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp177,7 miliar kepada Irfan Kurnia Saleh.
Pembayaran uang pengganti diharuskan dibayar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata jaksa.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana selama 5 tahun," imbuh penuntut umum.
Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Jaksa KPK Tuntut John Irfan Kenway Dihukum 15 Tahun Bui