Menaker: Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Harus Dilihat dari Sudut Hierarki Perundang-Undangan
Menaker sebut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dilihat dari sudut hierarki perundang-undangan agar manfaat JHT tidak tumpang tindih dengan lainnya.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, memberikan keterangan terkait polemik program Jaminan Hari Tua (JHT) di kalangan pekerja.
Ida menyampaikan, peraturan JHT dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Kemudian, sebagian PP tersebut diubah oleh PP Nomor 60 Tahun 2015, yang kemudian disusul dengan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Ida juga meruntut asal usul peraturan JHT dalam PP Nomor 46 Tahun 2015, yang merupakan amanat dari UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Jadi, kalau dilihat dari sudut hierarki perundang-undangan, maka Permenaker ini seharusnya kita lihat sebagai satu kesatuan dari semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Jaminan Hari Tua," kata Ida.
Ida menjelaskan program JHT dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan layak.
Baca juga: KSPI Demo Desak Ida Fauziyah Cabut Permenaker Soal JHT, Ini Rangkaian Aksinya
Ida menjelaskan, dalam UU SJSN mencantumkan beberapa program jaminan sosial, yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).
Kemudian, UU SJSN mengembangkan satu program jaminan sosial melalui UU Nomor 11 Tahun 2022, yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Ida mengatakan setiap program Jaminan Sosial memiliki perannya masing-masing, maka manfaat JHT seharusnya tidak tumpang tindih dengan jaminan lainnya.
JHT juga disebutkan dalam UU SJSN berdasarkan Prinsip Asuransi Sosial atau Tabungan Wajib.
Jaminan Hari Tua (JHT)
Ida menjelaskan tentang peraturan pencairan dana JHT yang dapat diambil secara penuh ketika pekerja berusia 56 tahun.
Pekerja yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap sebelum memasuki masa pensiun (56 tahun) dapat mencairkan dana JHT secara penuh.
Bagi pekerja yang meninggal dunia, ahli warisnya dapat langsung mencairkan dana JHT secara penuh.
Sedangkan bagi pekerja yang mengalami cacat total tetap (sebelum 56 tahun) dapat mengajukan pencairan dana JHT secara penuh, yang penghitungannya dimulai pada tanggal 1 bulan berikutnya, setelah penetapan cacat total tetap.
Menaker Ida menyebutkan dana JHT dapat diambil sebagian dengan syarat tertentu.
Baca juga: Stafsus Menaker Sebut Karyawan Resign Tidak Dapat JKP dan JHT
Klaim JHT dapat diambil sebagian, dengan ketentuan:
1. Telah memenuhi masa kepesertaan minimal 10 tahun.
2. Nilai yang dapat diklaim yaitu sebesar 30% untuk perumahan atau 10% untuk keperluan lainnya.
Selain JHT, Ida juga menjelaskan bagi pekerja yang mengalami PHK, mengundurkan diri, atau pensiun sebelum 56 tahun.
Semua pekerja tersebut dapat mengambil sebagian manfaat JHT, dengan syarat minimal mengikuti kepesertaan selama 10 tahun.
Pengambilan manfaat JHT hanya dapat dilakukan untuk satu kali, dengan syarat membawa NIK dan Kartu BJPS Ketenagakerjaan.
Kemudian, sisanya dapat diambil saat peserta memasuki usia pensiun (usia 56 tahun).
BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada Peserta mengenai besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya satu kali dalam setahun.
Klaim JHT dapat diambil secara penuh, dengan ketentuan:
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Bab II Bagian Kesatu dan Bagian Kedua, berikut ini ketentuannya.
1. Peserta mencapai usia pensiun (56 tahun), baik bagi pekerja yang terkena PHK atau mengundurkan diri;
2. Peserta mengalami cacat total tetap;
3. Peserta meninggal dunia;
4. Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya.
Baca juga: Serikat Pekerja: JHT Cair di Usia 56 Tahun Mencederai Rasa Keadilan
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Menaker menyebutkan ada uang pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, yaitu adanya hak atas uang pesangon (bagi pekerja tetap), uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (bagi pekerja kontrak).
Dengan kata lain, pekerja yang terkena PHK sebelum 56 tahun akan mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan manfaat uang tunai dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan akses informasi pasar kerja, dan juga pelatihan kerja.
Namun, tidak semua pekerja dapat mencairkan JKP.
Menurut Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021, Pasal 20 Ayat 1, disebutkan sebagai berikut.
Manfaat JKP tidak dapat diberikan untuk pekerja yang terkena PHK yang dikarenakan:
1. Mengundurkan Diri;
2. Cacat Total Tetap;
3. Pensiun;
4. Meninggal Dunia.
Sedangkan, manfaat JKP bagi Pekerja dengan Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dapat diberikan jika PHK oleh pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya masa kontrak.
Kemudian dalam Pasal 20 Ayat 3 disebutkan, PHK dapat dibuktikan dengan tiga cara:
1. Bukti diterimanya PHK oleh pekerja dan tanda terima laporan PHK dari dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
2. Perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial dan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama
3. Petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Manfaat JKP dapat diajukan oleh pekerja setelah memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan (1 tahun) dalam 24 bulan (2 tahun), serta telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK atau pengakhiran hubungan kerja, tulis Pasal 19 Ayat 3.
Selain itu, pekerja yang menerima manfaat JKP karena PHK (baik pekerja tetap/kontrak), harus bersedia untuk bekerja kembali, sesuai Pasal 19 Ayat 2.
Menurut Pasal 21 Ayat 1, berikut besaran Jaminan Kehilangan Pekerjaan:
1. Uang Tunai berupa 45 persen gaji 3 bulan pertama.
2. Uang Tunai sebesar 25 persen gaji 3 bulan berikutnya maksimal 6 bulan.
Ketentuan Hilangnya Hak Atas Manfaat JKP
Dalam Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021, Pasal 40 Ayat 1, disebutkan hak atas manfaat JKP dapat hilang, jika pekerja:
- Tidak mengajukan permohonan klaim manfaat JKP selama tiga bulan sejak terkena PHK.
- Telah mendapatkan pekerjaan
- Meninggal dunia
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait JKP