Pak Jokowi, Jangan Selalu Buruh yang Menanggung Risiko dan Bebannya
Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz, juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berpihak kepada kesejahteraan buruh.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencabut Permenaker No 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz, juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberi perhatian lebih kepada kesejahteraan buruh.
"Saya sangat berharap kearifan bapak sebagai Presiden RI, kami mendukung bapak untuk menyelesaikan permasalahan pandemi Covid-19, kami mendukung itu, kami mengikuti keputusan-keputusan pemerintah."
"Namun di sisi lain janganlah selalu kami, buruh, selalu dalam tanda petik dikalahkan dan menanggung risiko dan bebannya," ungkap Riden dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (16/2/2022).
Diketahui dalam Permenaker No 2 tahun 2022 menyebut JHT dapat dicairkan di usia 56 tahun.
Baca juga: KSBSI: Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun Lahir di Saat yang Tidak Tepat
Menurut Riden, hal itu tidaklah tepat mengingat mayoritas pekerja di Indonesia sangat mudah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
JHT, kata Riden, akan sangat bermanfaat menjadi jaring pengaman jangka pendek untuk pekerja yang kehilangan pekerjaannya.
"Saya berharap betul kepada Ibu Menteri Tenaga Kerja, Ibu Ida Fauziyah dan jajaran Kemnaker, mengetuk hatinya untuk ada kepedulian terhadap pekerja, terhadap buruh, dalam situasi yang sedang tidak bagus ini, situasi yang benar-benar para buruh ini terpuruk."
"Kami tidak ingin ter-PHK, kami ingin tetap bekerja, tapi faktanya kami sangat mudah di-PHK. Untuk itu sebagai jaring pengaman dalam jangka pendek, JHT jangan dipersulit," ungkap Riden.
Riden dan sejumlah serikat pekerja pun mendesak Menaker Ida Fauziyah mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu.
Baca juga: Dana JHT Capai Rp 372,5 Triliun, Dirut BP Jamsostek Bantah Tidak Bisa Bayar Klaim Peserta
"Usulan kepada Menaker untuk mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022, menghidupkan kembali Permen Nomor 19 tahun 2015."
"Saya rasa itu selama ini tidak ada masalah, selama ini berjalan dengan baik," ungkapnya.
Sementara itu Riden menyebut pihaknya belum berpikir untuk menggugat aturan tersebut ke PTUN atau Mahkamah Agung.
Pihaknya masih memberi waktu dua minggu kepada Menaker untuk mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu.
Karyawan Pabrik Besi Gugat Aturan ke MA
Sementara itu diberitakan Tribunnews sebelumnya, buntut dari aturan baru JHT ini seorang pekerja melayangkan gugatan uji materi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA).
Pekerja tersebut bernama Rendyanto Reno Baskoro, seorang karyawan pabrik besi.
Reno mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal 5 Permenaker tersebut.
Isi dari pasal 5 yakni pekerja yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan meninggalkan Indonesia untuk selamanya baru bisa mencairkan dana JHT saat berusia 56 tahun.
“Permohonan hak uji materi telah diterima oleh kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, 15 Februari 2022."
"Sebelumnya kami coba masukkan ke MA tanggal 14 Februari 2022 tetapi MA sedang melakukan lockdown,” ucap kuasa hukum Reno, Singgih Tomi Gumilang, Rabu (16/2/2022), dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Polemik Aturan JHT Cair di Usia 56 Tahun: Banjir Kritikan, Didemo Buruh, Kini Digugat ke MA
Tomi menilai pasal 5 Permenaker tersebut tak menerapkan asas keadilan sesuai UU nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentuan Peraturan Perundang-undangan.
“Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara,” kata dia.
“Bagaimana disebut adil jika Pasal 5 merugikan hak pekerja yang mengundurkan diri atau di PHK oleh perusahaan dia tidak bisa langsung mencairkan dana JHT miliknya,” papar Tomi.
Kemudian, Pasal 5 itu dinilai juga tidak mengandung asas ketertiban dan kepastian hukum.
Sebab banyak pekerja yang melakukan penolakan karena masa tunggu pencairan dana yang lama.
“Hal ini tercermin dari masa tunggu sampai usia 56 tahun baru bisa dicairkan dana JHT-nya,” katanya.
Selain itu, kata Tomi, pasal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 26 Ayat (10), Ayat (2), Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Shella Latifa) (Kompas.com/Ade Miranti Karunia)
Baca berita lain seputar Kontroversi JHT