Soal Aturan JHT Cair di Usia 56 Tahun, Pengamat Nilai Terlalu Lama: Harusnya Fleksibel
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal aturan terbaru pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal aturan terbaru pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah mengeluarkan aturan pembayaran manfaat JHT yang hanya bisa dicairkan peserta BPJS Ketenagakerjaan pada usia 56 tahun.
Peraturan ini tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Dalam peraturan pasal 3, disebutkan manfaat JHT baru dapat diberikan saat peserta masuk masa pesiun di usia 56 tahun.
Baca juga: Di Tengah Polemik JHT, Buruh Cilegon Sampaikan 5 Alasan Gus Muhaimin Cocok Maju di Pilpres 2024
Pasal tersebut, dinilai merugikan para pekerja, terlebih bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun.
Sebab, mereka harus menunggu usia 56 tahun untuk dapat mencairkan dana JHT.
Padahal, pada aturan di Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim satu bulan setelah pekerja mengundurkan diri dari tempat bekerja.
Menanggapi aturan pencairan JHT di usia 56 tahun ini, Bhima Yudhistira menilai waktu yang diperlukan untuk pencairan JHT terlalu lama.
Menurutnya, tidak semua pekerja Indonesia berstatus karyawan tetap, sehingga yang paling membutuhkan jaminan hari tua jangka pendek adalah pekerja kontrak maupun outsourcing.
Mereka membutuhkan modal setelah diputus kontaknya atau terkena PHK.
“Terlalu lama ya karena ada kondisi-kondisi tertentu.”
“Kita lihat di Indonesia, tidak semua pekerja tetap banyak yang sifatnya bukan karyawan tetap,” kata Bhima dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (16/2/2022).
“Sehingga kalau pekerja kontrak diputus begitu saja masih proses mencari pekerjaan, tentu butuh modal,” imbuhnya.
Baca juga: Kemnaker: Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tentang JHT Sudah Disetujui Presiden Jokowi
Sementara itu, lanjut Bhima, realisasi dari jaminan kehilangan pekerjaan seperti amanat di UU Cipta Kerja masih belum terimplementasi secara baik.
Untuk itu, Bhima menyebut, jaminan hari tua ini penting dan perlu dibuat lebih fleksibel.
Khususnya untuk pekerja kontrak, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan oursourcing.
“Jadi JHT ini sangat penting dan memang harusnya bisa dibuat fleksibel, dalam kondisi tertentu bisa dicairkan tanpa menunggu usia 56 tahun.”
“Yang paling butuh dana JHT jangka pendek, itu adalah pekerja yang kontrak, PKWT, dan outsourching,” jelas Bhima.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), terbit disaat yang tidak tepat.
Dikatakan, momentum lahirnya Permenaker tersebut tidak tepat karena masih adanya persoalan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Ditambah banyaknya buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dampak dari adanya pandemi Covid-19," ucap Elly dalam diskusi daring, Rabu (16/2/2022).
Persoalan lainnya, ialah kurangnya sosialisasi Permenaker tersebut, sehingga membuat mayoritas buruh terkejut.
Bahkan, lanjut Elly, pihak buruh merasa belum diajak diskusi terkait aturan tersebut.
"Masukan saya ke pembuat kebijakan jangan abaikan soal komunikasi, ini membuat bumerang. Tidak nyaman satu sama lain," tutur Elly.
Menurutnya, para buruh sudah terbiasa dengan JHT sebelumnya, sebagaimana yang diberitakan Tribunnews.com.
Sehingga, ketika kebijakan diubah, maka akan memunculkan gelombang penolakan.
"Kami meminta penundaan atau revisi soal Permenaker, menurut saya yang nomor satu adalah momentum tidak tepat," tutur Elly.
Baca juga: Dirut BP Jamsostek Ungkap Pengelolaan Dana JHT Rp 372,5 Triliun, Diinvestasikan ke Instrumen Ini
Lebih dari 100 Ribu Orang Teken Petisi Penolakan Aturan Pencairan JHT pada Usia 56 Tahun
Aturan terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) soal pencairan Jaminan Hari Tua atau JHT tengah menjadi sorotan publik.
Sejumlah pihak mengkritisi aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Hingga muncul sebuah petisi di laman Change.org yang menolak pencairan JHT saat peserta berusia 56 tahun.
Penggagas petisi menulis, kebijakan tersebut tak cocok untuk karyawan atau buruh yang terkena PHK atau pemberhentian kerja sebelum usia 56.
"Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK."
"Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 Triliun," keterangan di petisi tersebut.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, Hingga Rabu (16/2/2022) siang, lebih dari 400 ribu orang telah teken petisi tersebut di situs Change.org.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Sri Juliati/Dennis Destryawan, Kompas.tv)
Simak berita lainnya terkait Kontroversi JHT
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.