Perjalanan Kasus Azis Syamsuddin hingga Divonis 3,5 Tahun Penjara: Pernah Menangis di Ruang Sidang
Hakim memberikan vonis 3,5 tahun penjara terhadap mantan wakil ketua DPR Azis Syamsuddin terkait kasus suap penanganan perkara.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta memberikan vonis 3,5 tahun penjara terhadap mantan wakil ketua DPR Azis Syamsuddin terkait kasus suap penanganan perkara.
Selain itu, hak politik Azis Syamsuddin juga dicabut selama 4 tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok," kata ketua Majelis Hakim Muhammad Damis, Kamis (17/2/2022).
Azis dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap oleh majelis hakim.
Menurut hakim, karena itulah ia divonis hukuman penjara selama 3,5 tahun penjara plus pencabutan hak politik.
Baca juga: Vonis 3,5 Tahun Azis Syamsuddin Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa KPK
Tak hanya itu, dalam perkara yang menjeratnya ini Azis juga dikenakan denda pidana sebesar Rp 250 juta.
Bila tak mampu membayar denda itu maka diganti dengan kurungan penjara selama empat bulan.
Sebagai informasi hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Di mana dalam perkara ini Jaksa menuntut Azis dipenjara empat tahun dan dua bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.
Perjalanan kasus
Dalam perkara ini, Jaksa menyatakan Azis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Dia terbukti menyuap mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan pengacara bernama Maskur Husain dengan total Rp3,6 miliar.
Azis dituntut pidana penjara 4 tahun 2 bulan dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: Jelang Vonis Azis Syamsuddin, KPK Harap Hakim Jatuhkan Hukuman Sesuai Tuntutan Jaksa
Jaksa juga menuntut Azis dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun, terhitung sejak Azis selesai menjalani pidana penjara.
Sebelumnya Azis Syamsuddin didakwa telah menyuap mantan Penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS atau setara Rp519.706.800.
Jika diakumulasikan, total suap Azis ke Stepanus Robin sekira Rp3.619.594.800 (Rp3,6 miliar).
Azis Syamsuddin didakwa sengaja menyuap Stepanus Robin melalui seorang pengacara bernama Maskur Husain dengan tujuan agar membantu mengurus kasus di Lampung Tengah.
Di mana, kasus itu melibatkan Azis Syamsuddin dan orang kepercayaannya, Aliza Gunado.
Dalam dakwaan, disebutkan sejak 8 Oktober 2019 KPK menyelidiki dugaan adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.
KPK kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-45/ 01/ 02/ 2020 tanggal 17 Februari 2020.
Di mana, dalam surat penyelidikan tersebut diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.
Azis dan Aliza kemudian berupaya agar namanya tidak diusut dalam penyelidikan perkara suap di Lampung Tengah tersebut.
Azis berupaya meminta bantuan ke Stepanus Robin agar tidak dijadikan tersangka dengan memberikan sejumlah uang suap.
Atas perbuatannya, Azis disangkakan melanggar Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menangis di ruang sidang
Eks Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/1/2022).
Azis Syamsuddin diketahui duduk sebagai terdakwa dalam kasus suap terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengawali nota pembelaan dengan menyampaikan curahan hatinya.
Ia mengungkap kilas balik perjalanan hidup dan latar belakang keluargannya.
"Saya bermaksud mengawali nota pembelaan saya ini dengan curahan hati yang menceritakan kembali kilas balik kehidupan saya jati diri saya yang sesungguhnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan karakter saya," kata Azis Syamsuddin mengawali nota pembelaannya.
Ia mengungkap dirinya lahir dari pasangan almarhum Syamsuddin Rahim dan almarhum Chosiah Hayum pada 31 Juli 1970 di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Jakarta.
Azis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara.
Ia mengaku bila ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri di bank milik pemerintah.
Semasa kecil, dirinya senantiasa mengikuti ayahnya bertugas di berbagai daerah mulai dari Singkawang Kalimantan Barat, Jember Jawa Timur, Padang Sumatera Barat, hingga berakhir di Jakarta.
Menurut dia, rata-rata setiap 3 tahun sekali ayahnya selalu pindah tempat dinas.
Sehingga, ia pun harus mengikuti ayahnya berpindah tempat tinggal.
Selama menjalani hidup mengikuti ayahnya bertugas, dirinya kerap dipelonco.
"Setiap 3 tahun saya selalu dipelonco di berbagai daerah karena saya tidak bisa menggunakan bahasa daerah setempat sehingga saya harus dipelonco dan tegar menghadapi," kata Azis.
Hingga akhirnya, ayahnya pun pensiun dan menetap di Jakarta.
Baca juga: Sambil Menangis, Azis Syamsuddin Cerita Masa Kecilnya Sering Dirundung Teman-temannya
Berada di Jakarta, Azis bersama keluarga sempat tinggal di rumah susun (Rusun) di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Saya harus tinggal sebagai anak pensiunan pegawai negeri, yang saya rasakan saya tinggal di rumah susun Tanah Abang Blok 6 lantai 2 nomor 4, 25A, Jakarta Pusat," katanya.
Hidupnya yang berpindah-pindah telah mengajarkan Azis tentang kerasnya kehidupan.
"Perjalanan ini memperkenalkan saya kepada kehidupan yang keras, budaya yang berbeda-beda," kata dia.
Ia mengaku, sengaja menceritakan perjalanan hidupnya dalam sidang agar semua pihak mengetahui siapa ia sebenarnya.
"Saya mengutarakan kilas balik hidup saya ini bukan untuk memamerkan dalam sidang yang mulia ini, tetapi semata-mata untuk menunjukkan yang sebenarnya yang saya alami," kata Azis.
Ingin jadi dosen
Azis pun dalam kesempatan tersebut mengaku tidak akan lagi terjun ke dunia politik setelah hakim menjatuhkan vonis terhadapnya.
"Saya juga telah berdiskusi kepada keluarga saya bapak hakim yang mulia, seandainya pada saat nanti jatuh vonis, atau dilakukan suatu keputusan saya bebas, saya berkomitmen untuk tidak masuk ke dunia politik," kata Azis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.