Andrinof Chaniago: 'Saya Beberapa Kali Dibawa ke Kandang Macan, Saya Pikir Mau Dikeroyok 1 Lawan 3'
Kajian awal pemindahan ibu kota adalah merespons wacana yang muncul setiap tahun akibat banjir, macet, dan arus mudik.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosok Andrinof Chaniago Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2014-2015 menjadi penggagas kajian awal pemindahan Ibu Kota negara (IKN).
Andrinof menyadari dinamika proses pemindahan ibu kota amatlah sulit.
Ia bahkan mengaku berkali-kali diculik ke kandang macan.
"Ini sekalian menyampaikan unek-unek saja. Saya beberapa kali dibawa ke kandang macan gitu ya. Saya pikir tadi saya mau dikeroyok 1 lawan 3, nggak taunya 1 lawan 33," tutur Andrinof dalam Forum Diskusi Salemba Menelaah Proses Perpindahan Ibu Kota Negara, Sabtu (19/2/2022).
Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia ini tidak mempermasalahkan meskipun mayoritas peserta diskusi tidak setuju dengan pemindahan IKN.
"Nggak apa-apa saya jawab, memang yang bikin ini sedang menyiapkan gerakan gugatan ke MK maksudnya membatalkan. Saya hadapi dan saya ajak diskusi akademik," tegasnya.
Andrinof menilai kegiatan diskusi konstruktif serta intelek diperlukan untuk mencerdaskan bangsa.
Ia menerangkan kajian awal pemindahan ibu kota adalah merespons wacana yang muncul setiap tahun akibat banjir, macet, dan arus mudik.
Baca juga: Pakar Usulkan Pemerintah Kasih Insentif bagi Masyarakat yang Mau Tinggal di IKN Baru
"Kalau wacana publik yang besar lahir tiga kali setahun itu pemerintah tidak boleh diam. Harus merespons dengan membuat kajian," urai Andrinof.
Persoalan kemacetan DKI Jakarta menghabiskan anggaran sampai puluhan triliun.
Belum lagi, menurut Andrinof, tingginya pergerakan urbanisasi ke DKI Jakarta dari kota-kota penyanggah.
"Kalau kita perluas akan nampak bahwa Jakarta ini pusat dari segala macam. Jakarta adalah magnet satu-satunya di dalam pembangunan nasional yang menarik orang untuk berurbanisasi," ucapnya.
Andrinof menegaskan urbanisasi menjadi hal yang sangat nyata di Jakarta dengan pola asimetris mengarah pada satu pusat.
"Ini yang harus kita bayar dengan segala persoalan di Jakarta dan sekitarnya. Maka kemampuan kota Jakarta dibenahi dengan cara apapun dan segala ilmu tentang tata kota, manajemen segala macam nggak mempan lagi," imbuhnya.