Wajahnya Lebam dan Diperban Pasca Dikeroyok, Ketum KNPI Jadi Saksi Sidang Kasus SARA Ferdinand
Haris juga merupakan orang yang melaporkan Ferdinand atas cuitannya hingga akhirnya mantan Politikus Partai Demokrat itu diadili di pengadilan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/2/2022).
Dengan wajah bengkak dan diperban, Haris hadir menjadi saksi dalam perkara cuitan 'Allahmu lemah' untuk terdakwa Ferdinand Hutahaean.
Haris mengatakan seharusnya dia dirawat di rumah sakit. Namun karena merasa sanggup bersaksi dan atas seizin dokter, Haris diperkenankan datang untuk bersaksi.
Diketahui Haris jadi korban pemukulan orang tak dikenal pada Senin 21 Februari 2022 kemarin.
Haris juga merupakan orang yang melaporkan Ferdinand atas cuitannya hingga akhirnya mantan Politikus Partai Demokrat itu diadili di pengadilan.
"Kalau kondisi yang penting saya sehat secara lahiriah ya. Saya masih sadar, saya masih tahu siapa Ferdinand dan masih mengingat ya yang penting itu," kata Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
"Secara fisik saya juga dokter katakan harus dirawat cuma saya coba bicara ya, saya minta untuk gimana kalau nggak dirawat, dokter bilang nggak masalah nanti dicoba aja," terangnya.
Haris mengaku akan mencoba menjelaskan bagaimana dan alasan dirinya melaporkan cuitan Ferdinand di Twitter yang mengandung muatan SARA.
"Kita akan jelaskan tentang bagaimana saya sebagai Ketua Umum KNPI melaporkan Bung Ferdinand dalam kasus SARA ya, karena memang apa yang ditulis Bung Ferdinand ini sangat mengandung SARA yang kental dan juga memprovokasi masyarakat di tingkat bawah," ungkapnya.
Dakwaan
Dalam perkara ini, mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean didakwa menyiarkan berita bohong, menimbulkan keonaran, dan memicu kebencian suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaannya ini dalam sidang perdana dengan terdakwa Ferdinand Hutahaean di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/2/2022).
"Menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong," kata jaksa membaca surat dakwaan.