Poin-poin Penting RUU TPKS: Wajib Bayar Restitusi oleh Pelaku hingga Tak Boleh Tolak Perkara
Berikut poin-poin penting dalam RUU TPKS diantaranya adalah pelaku diwajibkan membayar restitusi hingga penyidik tidak diperbolehkan menolak perkara.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diagendakan akan dibahas oleh pemerintah dan DPR pada hari ini, Rabu (23/2/2022).
Agenda tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej pada Selasa (22/2/2022).
Dikutip dari Kompas.com, dirinya berharap proses pembahasan RUU TPKS ini juga dapat diikuti dengan proses pengesahan secara lebih cepat.
Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej ini pun juga menyebutkan terdapat poin-poin penting dalam RUU TPKS yang akan dibahas tersebut.
Baca juga: Baleg DPR Batal Gelar Raker Awal Pembahasan RUU TPKS di Masa Reses
Baca juga: Wamenkumham Sebut Kawin Paksa dan Perbudakan Seksual Masuk Delik RUU TPKS
Adapun poin-poin yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Perkara Tidak Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice
Eddy mengatakan penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan restorative justice.
“Dalam RUU itu, penyelesaian kekerasan tindak pidana seksual tidak boleh menggunakan pendekatan restorative justice, tidak boleh,” katanya.
Tidak bolehnya pendekatan tersebut agar menghindari upaya-upaya penyelesaian dengan uang.
Dirinya berpandangan banyak contoh kasus kekerasan seksual selesai dengan pemberian uang tanpa adanya proses hukum.
2. Kawin Paksa dan Perbudakan Seksual Masuk Delik Pidana
Eddy juga mengungkapkan bahwa kawin paksa dan perbudakan seksual akan menjadi delik pidana dalam RUU TPKS dikutip dari Tribunnews.
“Berikut yang juga menarik, DIM (daftar inventarisasi masalah) pemerintah menambah dua. Pelecehan seksual non fisik, penyiksaan seksual, ditambah perkawinan paksa dan perbudakan seksual.” ungkapnya.
Sementara untuk perbudakan seksual lebih luas dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena adanya motif ekonomi.