Edukasi Kebencanaan Jadi Bagian dari Kurikulum Sekolah, Menko PMK: Bukan Masuk Mata Pelajaran
Jokowi meminta BNPB dan BPBD untuk segera membangun sistem edukasi kebencanaan, terutama di satuan pendidikan.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta BNPB dan BPBD untuk segera membangun sistem edukasi kebencanaan, terutama di satuan pendidikan.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik (Menko PMK), Muhadjir Effendy menjelaskan masuknya edukasi kebencanaan menjadi bagian kurikulum sekolah bukan berarti harus menjadi mata pelajaran sekolah.
“Biasanya orang kalau sudah ada pernyataan masuk kurikulum, itu bayangannya jadi mata pelajaran,” kata Muhadjir di Penutupan Rakornas PB 2022, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Kemendikbudristek: 16.700 Mahasiswa Ikuti Kampus Mengajar Angkatan Ketiga
Muhadjir menjelaskan kurikulum adalah aktivitas yang dengan sadar dilakukan di sekolah dan menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan di sekolah tersebut.
Tujuannya dalam rangka mendewasakan peserta didik, baik itu yang ada di dalam mata pelajaran maupun yang bukan pelajaran.
Bahkan, menurut Muhadjir, sebetulnya sebagian besar upaya manusia untuk merubah perilaku itu tidak ada di dalam mata pelajaran.
Karena mata pelajaran itu biasanya lebih kepada transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Akan tetapi dalam membentuk sikap, membentuk karakter dan kepribadian, termasuk sikap positif dalam penanggulangan bencana pada anak itu termasuk bagian dari kurikulum.
“Membentuk mereka siaga terhadap bencana, melihat bencana bukan hanya sebagai musibah, tapi sebagai sesuatu yang harus dihadapi dengan cara-cara yang lebih professional, teratur dan terukur, itu juga bagian dari kurikulum,” kata Muhadjir.
Ia meminta BPBD mengembangkan kurikulum kebencanaan dengan cara kreatif bersama pemangku kepentingan terkait di daerah-daerah, dengan melibatkan masyarakat.
Termasuk dengan kembali mengasah kemampuan penanggulangan bencana yang dimiliki penduduk lokal di suatu daerah.
Karena biasanya, penduduk lokal lebih memahami kondisi alam disekitar tempat tinggal mereka.
“Saya kira yang belum terpetakan dengan detail adalah spesifikasi atau karakteristik bencana di masing-masing tempat. Sehingga yang dimaksud kurikulum itu tidak generik, tapi betul-betul partikularistik,”
“Kalau daerah itu langganan bencana gunung api, ya diberi pemahaman yang berkaitan dengan erupsi gunung berapi. Kalau langganan banjir, ya diberi pemahaman positif tentang penanganan banjir, jadi spesifik,” ujarnya.