Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Bisa Perseorangan, yang Punya Kedudukan Hukum Gugat PT 20 Persen Hanya Parpol Peserta Pemilu

Permohonan Ferry ditolak karena yang bersangkutan dinilai tak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan konstitusi terkait presidential thresh

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tak Bisa Perseorangan,  yang Punya Kedudukan Hukum Gugat PT 20 Persen Hanya Parpol Peserta Pemilu
tangkap layar KompasTV
Hakim konstitusi Arief Hidayat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tak menerima gugatan presidential threshold dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dimohonkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Joko Yuliantono.

Putusan perkara nomor 66/PUU-XIX/2021 tersebut dibacakan dalam sidang putusan pada Kamis (24/2/2022).

Permohonan Ferry ditolak karena yang bersangkutan dinilai tak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan konstitusi terkait presidential threshold.

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan dalam mengajukan permohonan a quo Pemohon dalam hal ini Ferry berkedudukan sebagai perorangan warga negara Indonesia, meskipun yang bersangkutan menjabat sebagai Wakil ketua Umum Partai Gerindra, tapi tidak mewakili partai.

Arief menyampaikan bahwa subjek hukum yang punya hak konstitusional untuk mengajukan permohonan a quo adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

"Subjek hukum yang mempunyai hak konstitusional untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden dan oleh karenanya memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan norma yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu," kata Arief dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis.

Ketentuan ini lanjutnya, secara eksplisit tercantum dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Baca juga: 6 Parpol Nonparlemen Bentuk Koalisi, Bakal Gugat Presidential Threshold ke MK

Berita Rekomendasi

Pertimbangan MK soal kedudukan hukum ini lantaran pada Pemilu 2014 pemilih belum mengetahui bahwa hasil pemilihan legislatif akan digunakan sebagai syarat ambang batas untuk mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden. Sehingga MK kala itu memberi kedudukan hukum bagi pemilih perseorangan.

Namun di Pemilu 2019, pemilih sudah mengetahui hasil pemilihan legislatif dipakai menentukan ambang batas pengusungan capres dan cawapres Pemilu 2024.

Pergeseran tersebut tertuang dalam pertimbangan putusan MK Nomor 74/PUU-XVIII/2020.

"Pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan berkenaan dengan persyaratan ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, in casu, Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu,"

Pertimbangan ini karena pihak yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan parpol, bukan perseorangan sebagaimana amanat konstitusi Pasal 6A ayat(2) UUD 1945.

"Sedangkan gugatan yang dilayangkan perseorangan dianggap punya kerugian hak konstitusional sepanjang bisa membuktikan didukung oleh parpol atau gabungan parpol untuk maju pencapresan, atau menyertakan bukti didukung parpol untuk mengajukan gugatan bersama," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas