Respons Menko PMK Soal Penggunaan Pengeras Suara di Masjid: Boleh Pakai Toa asal yang Wajar
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menanggapi aturan penggunaan pengeras suara di masjid.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menanggapi soal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menerbitkan Surat Edaran pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di masjid dan musala.
Dalam aturan, terdapat sejumlah pedoman penggunaan pengeras suara, termasuk volume pengeras suara diatur sesuai kebutuhan dan paling besar 100 dB (seratus desibel).
Baca juga: Apresiasi Kemenag, Komisi VIII DPR: Arab Saudi pun Miliki Aturan Soal Pengeras Suara Masjid
Berkaitan hal tersebut, Menko PMK menilai kebijakan dalam SE Menag ini dimaksudkan untuk menjaga kenyamanan lingkungan dan toleransi.
Untuk itu, ia meminta pengurus masjid maupun musala memahami SE Menag.
“SE Pak Menag itu bagus sekali."
"Karena itu saya minta supaya pengurus-pengurus masjid, pengurus-pengurus musala, takmir, agar membaca dulu semuanya, dipahami apa maksudnya, apa tujuannya,” kata Muhadjir dalam keterangan tertulisnya, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Sabtu (26/2/2022).
Muhadjir menambahkan, penggunaan pengeras suara bisa dilakukan secara proporsional.
"Boleh memakai pengeras suara atau toa, asal yang wajar. Jangan terlalu keras-keras tapi juga jangan terlalu lirih. Kapan digunakan itu juga dihitung betul.”
“Jangan 24 jam keras terus, jangan 2 jam sebelum salat Subuh sudah keras,” jelas Muhadjir.
Diketahui, Menteri Agama telah menerbitkan Surat Edaran pedoman penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 tahun 2022.
Menurut Menag, pedoman penggunaan pengeras suara itu diterbitkan untuk menjaga ketentraman dan keharmonisan antar warga.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” kata Yaqut Cholil Qoumas, dikutip Tribunnews.com dari Kemenag.go.id.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.