Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadli Zon Minta Keppres 1 Maret Direvisi, Partai Rakyat: Agak Berlebihan

Ketua Umum Partai Rakyat, Arvindo Noviar, mengkritik politikus Partai Gerindra, Fadli Zon.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Fadli Zon Minta Keppres 1 Maret Direvisi, Partai Rakyat: Agak Berlebihan
Ist
Ketua Umum Partai Rakyat, Arvindo Noviar 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Rakyat, Arvindo Noviar, mengkritik politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, soal Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara.

Dalam Keppres terkait Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut, nama Presiden kedua RI, Soeharto, tidak dimasukkan.

Hal tersebut sempat dikritik Fadli Zon.

Namun, menurut Arvindo, tidak ada yang salah dalam penyusunan Keppres tersebut.

Justru berlebihan jika nama Soeharto dimasukkan.

"Saya menilai tidak ada masalah dengan Keppres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 24 Februari 2022, yang hanya memuat empat nama, yaitu Soekarno, M Hatta, Sultan Hamengku Buwono IX, dan Jenderal Soedirman," ucap dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/3/2022).

Berita Rekomendasi

Menurutnya, agak berlebihan jika nama Soeharto diwajibkan masuk dalam Keppres Nomor 2 Tahun 2022 itu.

Baca juga: Keppres 1 Maret Dikritik, HMS: Jangan Belokkan Sejarah, Jasa Pak Harto Sangat Besar

"Sebab, masih banyak nama lain yang perannya jauh lebih penting, tapi tidak dimasukkan," katanya.

Lagipula, menurut Arvindo, Soeharto berkuasa di Indonesia sudah cukup lama mencapai 32 tahun.

Sehingga, masyarakat di-Soehartoisasi dan seakan-akan hanya Soeharto yang paling berjasa.

"Pasca-1965, rakyat Indonesia dijejali sejarah tunggal versi Orde Baru (Orba) dan pembodohan sistemik selama lebih dari 32 tahun itu membuat mayoritas generasi kami, kaum muda, buta sejarah," katanya.

Arvindo lantas menyinggung filosofi Jawa "mikul dhuwur mendhem jero" yang dipakai Orba dengan melakukan desukarnoisasi.

Dicontohkannya dengan mengganti nama Gelora Bung Karno (GBK) menjadi Stadion Utama Senayan, Puncak Sukarno menjadi Puncak Jaya, Kota Soekarnoputra menjadi Jayapura, serta memakamkan Bung Karno di Blitar dan jauh dari ibu kota.

Baca juga: Bela Brigjen Junior Tumilaar yang Kini Ditahan, Fadli Zon: Wajar Tentara Bela Rakyatnya

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas