Soal Wacana Penundaan Pemilu, Jusuf Kalla: Itu Tak Sesuai Konstitusi, Sebagian Besar Tak Setuju
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla angkat bicara soal isu penundaan pemilu yang saat ini ramai diperbincangkan.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla angkat bicara soal isu penundaan Pemilu 2024 yang saat ini ramai diperbincangkan.
Jusuf Kalla menilai penundaan Pemilu 2024 ini tidak sesuai dengan konstitusi.
"Itu (penundaan pemilu), tidak sesuai dengan konstitusi," kata Jusuf Kalla dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (5/3/2022).
Lebih lanjut Jusuf Kalla menegaskan bahwa Indonesia memiliki konstitusi dan semua pihak harus taat pada konstitusi.
Baca juga: Nasib Wacana Penundaan Pemilu 2024 Akan Menguap Bersama Dengan Penolakan Parpol Koalisi Jokowi
Oleh karena itu Jusuf Kalla menyebut, keputusan untuk penundaan pemilu ini tetap harus taat dengan apa yang ada dalam konstitusi.
Sehingga jika ingin memperpanjang masa jabatan atau menunda pemilu, maka sebelumnya harus mengubah konstitusi.
"Kita punya konstitusi, kita taat konstitusi. Itu saja. Kalau mau perpanjang, harus taat konstitusi kecuali kalau konstitusi diubah," terang Jusuf Kalla.
Namun menurut Jusuf Kalla, akan ada banyak pihak yang tidak setju dengan keputusan penundaan pemilu ini.
Baca juga: Ilumni FH Unpar Minta Jokowi Tegas Tolak Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan Presiden
"Sebagian besar tidak setuju," tegasnya.
Perlu diketahui berdasarkan konstitusi di Indonesia, gelaran pemilu akan dilakukan lima tahun sekali.
Sementara itu untuk masa jabatan pemimpin daerah maupun pemimpin negara hanya diperbolehkan sebanyak dua periode saja.
Baca juga: Dinamika Isu Penundaan Pemilu 2024 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Bakal Dikupas P3S
Wacana Penundaan Pemilu Bakal Layu
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, empat partai politik (parpol) koalisi pemerintah, yakni PDIP, Gerindra, NasDem dan PPP menolak usulan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, wacana itu akan layu sebelum berkembang.