Ingin Jadi Relawan Uji Klinis Tahap ke-2 Vaksin Merah Putih? Simak Apa Saja Persyaratannya
Relawan akan mendapatkan pengawasan fisik dan laboratoriun oleh tim peneliti, dana transport pada setiap kunjungan, hingga masuk dalam skema PCare.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan melaksanakan uji klinis tahap 1, vaksin Merah Putih yang digarap oleh para peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya kini direncanakan akan memasuki tahap uji klinis ke-2 yang akan dilakukan pada 28 Maret 2022.
Tidak seperti uji klinis tahap 1 yang hanya melibatkan 90 relawan, uji klinis tahap ke-2 ini rencananya akan melibatkan relawan yang lebih banyak lagi, yakni sebanyak 405 relawan.
Menurut anggota tim uji klinis vaksin Merah Putih Unair, Gatot Soegiarto, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi calon relawan.
Yang utama adalah belum pernah sama sekali menerima vaksin jenis apapun.
"Syarat menjadi relawan uji klinis vaksin Merah Putih tahap ke-2 adalah belum pernah divaksin sama sekali dan berusia 18 tahun ke atas. Kalau wanita tidak sedang hamil, tidak menderita HIV, dan kalaupun ada penyakit komorbid adalah penyakit komorbid yang terkendali," kata Gatot.
Ia mengatakan relawan vaksin Merah Putih nantinya akan mendapatkan berbagai macam benefit.
Benefit yang dimaksud yaitu berupa manfaat vaksin Covid-19 inactivated yang dikembangkan Unair.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Dosis 2 di Indonesia Capai 70,38 Persen
Selain itu relawan akan mendapatkan pengawasan fisik dan laboratoriun oleh tim peneliti, dana transport pada setiap kunjungan, hingga masuk dalam skema PCare (masih dalam proses) dan juga aplikasi Peduli Lindungi.
Jika berminat menjadi relawan Vaksin Merah Putih, Gatot mengimbau untuk mengisi tautan Form Pendaftaran Uji Klinis Vaksin Merah Putih Universitas Airlangga (UNAIR) atau menghubungi dr Fany Arsyad (081333355533), dr Laksmi Wulandari (08123019591), dr Randy Pangestu (089699668343), atau Lintang Prayogi (082232457512).
Sementara terkait efek samping vaksin Merah Putih, Gatot mengklaim sejauh ini mulai uji pre-klinis hingga uji klinis tahap 1 belum ada laporan berkaitan dengan efek samping yang serius.
"Kalaupun ada (efek samping) itu berupa seperti biasa lah, kalau disuntik di daerah lengan ada sedikit rasa kemeng (pegal), itupun hanya persentasenya kecil, di bawah lima persen," ujarnya.
Vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh peneliti Universitas Airlangga dan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia ini diperkirakan akan selesai uji klinis sebanyak tiga tahap pada Juni 2022.
Ketua Tim Peneliti vaksin Merah Putih Unair, Fedik Abdul Rantam mengatakan harapannya agar vaksin ini dapat segera dirasakan oleh masyarakat Indonesia setelah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA).
"Jadwal kami pada Juni itu sudah selesai. Juli dapat EUA, kemudian Agustus kita sudah produksi massal," ujar Fedik.
Vaksin Merah Putih menjadi kandidat vaksin Covid-19 pertama karya peneliti Indonesia.
Ada tujuh lembaga yang mengembangkan vaksin ini.
Selain Unair, pengembangan vaksin Merah Putih juga dilakukan oleh dua lembaga penelitian yakni Lembaga Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kemudian Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Tiap tim mengembangkan vaksin Merah Putih dengan metode berbeda, mulai dari vaksin yang berbasis inaktivasi virus hingga rekombinan protein.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan riset dan pengembangan vaksin Merah Putih menjadi tonggak sejarah dunia riset dan inovasi Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19 yang sudah berjalan dua tahun di Tanah Air.
"Pandemi ini memberi periset kita kesempatan untuk bisa masuk ke pengembangan vaksin yang selama ini belum pernah dilakukan," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Jumat (4/3/2022).
Ia menuturkan pengembangan vaksin dari nol belum pernah dilakukan di Indonesia sebelum pandemi Covid-19.
Baca juga: Anggota DPR Apresiasi Capaian Vaksinasi 70,25 Persen
Pada saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, Pemerintah Indonesia berupaya mengalokasikan sumber daya dan mendukung riset untuk mampu menciptakan vaksin sendiri yang risetnya dimulai dari nol, yakni bibit vaksin dibuat oleh periset Indonesia.
Hal itu dilakukan untuk mendorong kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Hingga saat ini, vaksin Covid-19 masih didatangkan dari luar negeri. Sinovac menjadi merek vaksin yang paling banyak diimpor Indonesia.
Kemudian ada vaksin vaksin AstraZeneca yang merupakan vaksin buatan pabrikan farmasi Inggris.
Indonesia juga mengimpor vaksin Moderna, Sinopharm, Pfizer, Novavax, dan beberapa jenis vaksin lainnya.(tribun network/rin/dod)