AHY Ungkap Rencana Penundaan Pemilu Memperparah Ketidakpastian Kondisi Sosial-Ekonomi Indonesia
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) buka suara soal kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia saat ini.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) buka suara soal kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia saat ini.
Dia menilai kalau kondisi yang belakangan ini diwarnai dengan ketidakstabilan harga kebutuhan pokok mulai dari kedelai hingga minyak goreng merupakan gambaran suatu keadaan yang sedang tidak baik-baik saja.
“Selain harga-harga kebutuhan pokok seperti kedelai, minyak goreng, dan daging sapi yang naik, harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif tol juga mengalami kenaikan," kata AHY dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/3/2022).
Terlebih kata putra dari mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, kenaikan harga dari masing-masing kebutuhan tersebut dilakukan secara diam-diam.
Kondisi seperti itu kata dia, yang membuat rakyat dipaksakan untuk dapat menerima keadaan yang sejatinya bukan keinginan publik secara luas.
"Tiba-tiba sudah naik saja. Rakyat yang lagi sulit hidupnya saat ini akibat belum pulihnya perekonomian rumah tangga mereka, seolah dipaksa begitu saja untuk menerima keadaan. Kita semua seperti di “fait accompli”, dipaksa menerima keadaan ini," ucap AHY.
Baca juga: Desak Wacana Penundaan Pemilu Disetop, Amien Rais: DPR dan MPR Sudah Jadi Yes Man dan Yes Woman
Ironisnya kata dia, kondisi yang belum benar-benar pulih itu diperparah dengan isu penundaan Pemilu 2024.
Padahal menurut AHY, rencana penundaan pemilu yang juga ditolak oleh beberapa partai politik tersebu tidak logis dan tidak masuk akal.
Sebab, jika memang penundaan itu didasari karena anggaran, sebelumnya KPU kata AHY telah mengusulkan anggaran Rp 86,2 triliun untuk penyelenggaraan pemilu serentak 2024.
"Jika anggaran itu yang dikeluhkan, mengapa di tengah pandemi ini pula pemerintah hendak menggelontorkan anggaran lebih dari Rp 500 triliun untuk pembangunan Ibu Kota Baru yang lebih dari separuh akan dibiayai dari APBN?"
"Bagaimana mungkin agenda pembangunan yang tiba-tiba muncul, di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja ini, mendorong kita untuk mengubah aturan konstitusi yang notabene merupakan amanah gerakan reformasi?” ucap AHY.
Baca juga: Amien Rais: Saya Gagal Paham Soal Penundaan Pemilu, Itu Menghina Akal Cerdas Manusia
Atas hal itu, AHY mempertanyakan seruan rencana penundaan pemilu yang berdasarkan pengetahuannya berasal dari kehendak rakyat.
“Katanya, rakyat ingin penundaan Pemilu 2024. Pertanyaannya, rakyat yang mana? Bapak/Ibu para anggota DPRD juga bisa menjadi saksi bahwa tidak ada rakyat yang tiba-tiba menginginkan penundaan Pemilu," kata AHY.
AHY juga kembali mengingatkan tuntutan utama reformasi 1998 yakni dilakukannya pembatasan masa kepresidenan, yaitu lima tahun, dan hanya bisa dipilih maksimal dua kali pada jabatan yang sama.
Alasannya kata dia, sebelum Reformasi, saat itu, selama tiga dekade, telah terjadi praktik-praktik pelanggengan kekuasaan yang secara paralel.
Itu juga kata dia, menumbuhsuburkan praktik-praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
"Ingat, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely," ujarnya.
Kondisi tersebut kata dia, membuat rakyat sengsara dan menghadirkan rasa ketidakadilan.
Ditambah dengan krisis moneter yang menghacurkan sendi-sendi ekonomi nasional ketika itu.
"Rakyat yang susah dan tertindas, selalu melahirkan kekuatan dan gelombang perubahan. Ketika seorang pemimpin lupa untuk turun tahta, maka rakyat yang akan mengoreksinya. Ini sejarah," ucap AHY.
Atas hal itu, AHY menginstruksikan kepada Fraksi Partai Demokrat Komisi II untuk segera bahas dan mengesahkan anggaran pemilu.
Hal itu juga dilakukan sebagai upaya dari Partai berlogo Mercy tersebut untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
"Saya mengatakan bahwa upaya tersebut sebagai permufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara, termasuk dengan cara mempermainkan dan mengacak-acak konstitusi," tukas AHY.