Cerita Kepala LPPOM MUI tentang Produsen Ban Mobil dan Aspal Minta Sertifikasi Halal: Ya Ditolak
Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati mengungkapkan berbagai produk di tanah air mengajukan sertifikasi halal kepada MUI.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dodi Esvandi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati mengungkapkan berbagai produk di tanah air mengajukan sertifikasi halal kepada MUI.
Meski begitu, Muti mengungkapkan ada beberapa produk yang tidak seharusnya disertifikasi, namun mengajukan sertifikasi halal.
Muti menyontohkan produsen ban sempat mengajukan sertifikasi halal kepada MUI, namun akhirnya ditolak.
Baca juga: LPPOM MUI: Perubahan Label Halal Wewenang BPJPH
"Tidak semua diterima, ada juga yang aneh kita tolak. Ban mobil misalnya ada yang daftar. Ngapain disertifikasi," ucap Muti dalam dialog Tribun Corner, Jumat (18/3/2022).
Bahkan ada produsen aspal yang juga mengajukan sertifikasi halal kepada MUI.
MUI kembali menolak karena dinilai tidak ada relevansi produk itu untuk mendapatkan sertifikasi halal.
Baca juga: Logo Halal Baru Bikin Bingung, LPPOM MUI Masih Bekerja Seperti Biasa
"Aspal ada yang daftar. Minta disertifikasi, ya ditolak oleh MUI. MUI kan bukan sifatnya mengada ada. Waktu itu kan karena ada yang meminta, makanya dilihat relevan atau tidak," jelas Muti.
Pemberian sertifikasi halal itu merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Dalam undang-undang tersebut, barang gunaan adalah yang wajib disertifikasi halal.
Namun produk seperti ban mobil dan aspal, menurut Muti, tidak masuk kategori barang yang bisa disertifikasi halal.
Baca juga: LPPOM MUI Minta Pemerintah Buat Tahapan Perubahan Logo Halal
Beberapa barang gunaan yang pernah mendapat sertifikat halal dari MUI di antaranya produk lemari pendingin atau kulkas dan kaus kaki.
Muti menjelaskan alasan pihaknya memberikan label halal untuk kulkas tersebut.
Menurut Muti, pemberian sertifikasi halal itu merupakakn amanat dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Waktu itu kan 2014 keluar UU JPH dan salah satu yang wajib disertifikasi adalah yang disebut dengan barang gunaan," ujar Muti.
Masyarakat, kata Muti, waktu itu belum mengetahui definisi mengenai barang gunaan.
Baca juga: LPPOM MUI: Makin Banyak Masyarakat yang Menyadari Pentingnya Produk Halal
Hal ini disebabkan belum adanya aturan turunan dari UU Jaminan Produk Halal dan terjemahan terkait barang gunaan.
Sehingga banyak produsen yang mengajukan untuk mendapatkan sertifikasi halal.
"Kemudian banyak pihak yang ingin duluan disertifikasi. Kemudian masuk pengajuan ke MUI," ungkap Muti.
Akhirnya Komisi Fatwa memberikan batasan mengenai barang gunaan yang perlu mendapatkan sertifikasi halal.
Barang gunaan yang boleh disertifikasi, menurut MUI, adalah yang kontak langsung dengan produk yang dikonsumsi.
Kulkas masuk kategori dalam barang yang disertifikasi karena bersentuhan dengan makanan.
Baca juga: LPPOM MUI Bantah Tuduhan Raup Triliunan Rupiah dari Sertifikasi Halal
"Misal kulkas, itu kita simpan makanan. Makanannya kontak langsung. Kalau seperti itu perlu disertifikasi. Jadi boleh disertifikasi," jelas Muti.
LPPOM MUI, kata Muti, melakukan audit kehalalan pada bahan pembuatnya untuk memastikan tidak ada bahan yang tidak halal.
"Bahan pembuatnya yang dipastikan tidak ada bahan, misalkan ada bahan tertentu yang dari turunan lemak misalnya. Itu yang kemudian dipastikan," jelas Muti.
Selain kulkas, kaos kaki juga pernah disertifikasi karena bersentuhan langsung dengan tubuh.
"Kaos kaki pernah kita sertifikasi karena itu kontak langsung dengan tubuh. Dan dipakai untuk ibadah, masih diterima untuk sertifikasi," pungkas Muti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.