Komisi VI DPR Nilai Kemendag Bak Macan Ompong, Tak Bisa Selesaikan Polemik Minyak Goreng
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai Kementerian Perdagangan itu masih seperti 'Macan Ompong' tidak ada harga dirinya
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Polemik langka dan mahalnya harga minyak goreng di pasaran menyita perhatian publik.
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam turut angkat bicara tentang polemik ini.
Menurut Mufti, Kementerian Perdagangan sudah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait dengan aturan ketersediaan dan pembelian minyak goreng.
Bahkan, aturan tersebut sudah dikeluarkan sebanyak enam kali sejak bulan Januari 2022, lalu.
Namun, kata Mufti, tak satu pun yang terealisasi dengan baik.
Dengan situasi ini, Mufti lantas menyampaikan kritik pedas kepada Mendag Lutfi.
"Kami melihat bahwa Kementerian Perdagangan itu masih seperti 'Macan Ompong' tidak ada harga dirinya."
Baca juga: Makanan Kukus Jadi Alternatif saat Minyak Goreng Mahal, Ini 5 Manfaatnya
Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak, Pertamina Lakukan Kajian Harga Pertamax
"Bukan hanya dimata rakyat, tapi juga di mata produsen minyak goreng."
"Kalau kita lihat sejak Januari sampai hari ini, itu sudah enam Permendag yang dikeluarkan."
"Tapi tidak ada satu pun yang berimplikasi positif terhadap kesejahteraan rakyat, soal ini adalah minyak goreng," kata Mufti, Kamis (17/3/2022) dikutip dari tayangan Kompas Tv.
Tak tanggung-tanggung, Mufti bahkan menilai kinerja dalam hal ini Kementerian Perdagangan, gagal dalam menyelesaikan masalahnya.
"Kemudian kami melihat pemerintah dalam ini Kementerian Perdagangan gagal dalam memproteksi rakyat kita dari persoalan komunitas salah satunya minyak goreng," jelas Mufti.
Perlu Ada Aturan yang Baku Soal Harga
Pada kesempatann yang sama, Mufti meminta Mendag Lutfi untuk segera membongkar siapa dalang penyebab kelangkaan minyak goreng.
Permintaan ini dilontarkan Mufti, setelah sebelumnya mendapatkan informasi dari Mendag Lutfi tentang adanya 'produsen minyak goreng nakal' hingga mengakibatkan kelangkaan dan harga mahal terjadi di mana-mana.
Dikutip dari laman resmi DPR RI, untuk itu, Mufti meminta agar Mendag Lutfi dapat memberikan sanksi tegas kepada produsen nakal ini.
Baca juga: Pimpinan DPR Minta Kebijakan Mendag Soal Minyak Goreng Berpihak pada Rakyat
“Apa langkah hukum yang sudah dijalankan (untuk memberikan sanksi tegas kepada produsen nakal)? Apakah izinnya dicabut? Apakah sudah dilaporkan ke hukum?"
"Apa konsekuensi yang mereka terima hari ini?” jelas Mufti, Kamis.
Untuk itu, Mufti juga meminta Kemendag untuk membuat mekanisme atau aturan yang baku terkait harga komoditas.
Sehingga harga-harga di pasaran, seperti minyak goreng dapat stabil.
“Kami mengusulkan agar hal ini tidak lagi berlarut-larut, maka perlu ada mekanisme atau aturan yang baku dan paten," tegas Mufti.
Aturan Seperti Macan Kertas
Tidak hanya Mufti, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad turut mengomentari langkah Mendag Lufti soal penetapan harga eceran tertinggi (HET).
Menurut Dasco, langkah yang diambil Mendag Lutfi tidak tepat terkait pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur HET minyak goreng sawit.
Baca juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Majalengka Kini Melimpah, Harganya Langsung Melejit
Jika menilik peraturan tersebut, pemerintah mengatur HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
Sementara dalam aturan pengganti yang tertuang dalam Permendag Nomer 11 tahun 2022, HET minyak goreng curah jadi Rp14.000 per liter dan harga kemasan premium diserahkan kepada mekanisme pasar.
“Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 itu menunjukkan bahwa keberpihakan menteri perdagangan bukan kepada rakyat, tapi kepada pengusaha,” kata Dasco seperti yang diwartakan Tribunnews.com, Jumat (18/3/2022).
Sejak awal, Dasco telah mengingatkan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tidak hanya menjadi kebijakan 'macan kertas'.
“Tapi faktanya, kebijakan ini hanya jadi macan kertas. Kebijakan ini tidak menyelesaikan persoalan minyak goreng,” kata dia.
Menurutnya, berbekal Permendag Nomor 6 Tahun 2022 pemerintah bisa ambil langkah tegas.
Yakni dengan memerintahkan produsen CPO untuk melakukan DMO dan DPO ke perusahaan minyak goreng.
“Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu."
"Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat,” tegas Dasco.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/ Reza Deni)