YLKI Soal Polemik Minyak Goreng: Jangan Bebankan Pada Kementerian Perdagangan Saja
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai lembaga pemerintah terkait dalam menangani polemik minyak goreng tidak bersinergitas dengan baik.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyoroti adanya polemik minyak goreng.
Tulus menilai adanya polemik ini tidak bisa jika diselesaikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) saja.
Ia menyanyangkan lembaga pemerintah yang kurang bersinegi dalam menangani polemik minyak goreng ini.
"Ya ini sebenarnya memang tidak mungkin bisa diselesaikan hanya institusi kementerian perdagangan,"
"Butuh multisinergi antar kementerian dan lembaga, tapi sayangnya sampai saat ini kenapa seolah-olah hanya membebankan pada Kemendag saja," ujar Tulus, dalam acara Panggung Demokrasi di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (23/3/2022).
Baca juga: Daftar Harga Minyak Goreng Terbaru di Alfamart dan Indomaret
Baca juga: Sebut Kebijakan Minyak Goreng Terus Berganti, YLKI: Masyarakat Dijadikan Kelinci Percobaan
Menurut Tulus dalam polemik ini harusnya juga menjadi ranah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Dalam konteks ini kan harusnya ranah KPPU dan kenapa negara tidak mengulik struktur pasar yang jelas-jelas sangat merugikan itu," bebernya.
Oleh sebab itu juga, YLKI bersama masyarakat membuat petisi online terkait tuntutan kepada KPPU.
Dimana menurut Tulus saat ini petisi tersebut sudah diteken hampir 6000 orang.
Petisi ini untuk mendesak KPPU agar melakukan penyelidikan dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, CPO, dan sawit.
"Ya makanya YLKI bersama masyarakat membuat petisi online dimana hampir 6000 orang yang mendukung agar KPPU melakukan penyelidikan dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng,"
Baca juga: YLKI: Jangan Sampai Kelompok Migor Premium Ambil Hak Konsumen Menengah ke Bawah
Lebih lanjut, Tulus juga menyinggung kinerja lembaga terkait untuk ikut bersinergi dalam polemik ini.
Ia menilai lembaga yang harusnya ikut andil malah tidak memberikan kontribusinya.
"Negara juga punya Badan Pangan Nasional (Bapanas), Badan Urusan Logistik (BULOG), Satgas Pangan Nasional dan lain-lain, kenapa tidak digarap bersama,"
"Bukan hanya tidak maksimal, ya memang tidak bergerak, yang bergerak hanya Menteri Perdagangan,"
Kata YLKI Soal Kebijakan HET
Keputusan Pemerintah mencabut pemberlakuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan juga menjadi sororan YLKI.
Tulus melihat kebijakan HET minyak goreng dari dua sudut pandang.
Yaitu dari keberpihakan masyarakat dan pasar.
Jika melihat dari sisi keberpihakan masyarakat, Tulus menilai kebijakan polemik minyak goreng berjalan anti klimaks.
Lantaran pemerintah pada akhirnya harus tunduk pada mekanisme pasar.
Baca juga: KSP: Pemda Perlu Dilibatkan untuk Awasi HET Minyak Goreng Curah
"Kenapa saya sebut anti klimaks karena kemudian negara pada akhirnya harus tunduk pada mekanisme pasar,"
"Negara harus lumpuh dan mekanisme pasar yang akan berjaya, ini sebuah ironi dalam keberpihakan negara pada masyarakat,"
"Selanjutnya jika konteksnya market friendly kebijakan yang terakhir ini merupakan kebijakan yang ramah bagi pasar," terangnya.
YLKI Minta Pemerintah Awasi HET Minyak Goreng Non-Premium
Diwartakan Tribunnews.com, YLKI meminta pemerintah memperketat pengawasan untuk HET minyak goreng nonpremium.
Hal ini perlu dilakukan supaya pendistribusian migor non premium tepat sasaran.
"Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor nonpremium yg harganya jauh lebih murah," ungkap Tulus, Kamis (17/3/2022).
Tulus menilai kebijakan pemerintah terhadap migor di atas kertas atau secara umum lebih market friendly.
Baca juga: Pengamat: Pemerintah Wajib Jaga HET Minyak Goreng Curah untuk Lindungi Rakyat
Sehingga diharapkan hal ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan migor kepada masyarakat dengan harga terjangkau.
Meski begitu, dari sisi kebijakan publik, YLKI sangat menyayangkan, bongkar pasang kebijakan migor yang dilakukan pemerintah. Sehingga konsumen, bahkan operator, menjadi korbannya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya pun mengusulkan subsidi minyak goreng sebaiknya bersifat tertutup agar tepat sasaran.
Sebab, subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran.
Baca juga: INDEF: Kebijakan HET Migor Sesuai Daya Beli Masyarakat
Lantaran migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu.
Akibatnya masyarakat menengah ke bawah kesulitan mendapatkan migor murah.
Lebih lanjut, YLKI meminta pemerintah untuk lebih transparan, sebenarnya DMO 20% itu mengalir kemana, ke industri migor, atau mengalir ke biodiesel.
"Sebab DMO 20% memang tidak akan cukup kalau disedot ke biodiesel. Dalam kondisi seperti sekarang, CPO untuk kebutuhan pangan lebih mendesak, daripada untuk energi," pungkas Tulus.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Vina Elvira)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.