Menteri LHK Larang Jajaran Kerja Sama dengan Pihak Luar Tanpa Pertimbangan Target FOLU Net Sink 2030
Menteri LHK meminta jajarannya dan seluruh stakeholder terkait dapat bekerjasama mewujudkan operasionalisasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurabaya, meminta jajarannya untuk tidak membuat kerja sama dengan pihak manapun tanpa mempertimbangkan dan sepengetahuan sistem kerangka kerja FoLU Net Sink ini.
Hal ini ia tegaskan dalam Workshop Konsolidasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang dilakukan secara daring dan luring dari Jakarta, Senin (4/4/2022).
Menteri LHK meminta jajarannya dan seluruh stakeholder terkait dapat bekerjasama mewujudkan operasionalisasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Hal ini sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri LHK No.168/MENLHK/PKTL/ PLA.1/2022 lewat langkah kerja yang simultan, paralel, dan terintegrasi.
"Saya secara khusus ingin memesankan dan sangat keras saya ingatkan bahwa tidak ada langkah dari setiap unit yang tidak terkoordinasikan dalam sistem kerja FoLU Net Sink ini," kata Siti.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang merupakan skenario penurunan 60 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional lewat pengurangan GRK di sektor Kehutanan dan Penggunaa Lahan lainnya (Forest dan Other Landuse).
Baca juga: Pemerintah Siapkan Folu Net Sink untuk Turunkan Emisi Nasional Hingga 60 Persen
Target ini diminta agar dipatuhi dengan disiplin tanpa kecuali oleh seluruh jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pusat dan daerah, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Pemerintah daerah, LSM, Swasta, dan para pihak terkait.
Kerja sama terintegrasi penting dilakukan semata-mata agar seluruh kegiatan yang berkaitan dan mempengaruhi kondisi karbon hutan/lahan dan karbon lainnya di Indonesia agar berada dalam/mengikuti koridor aturan Nasional Republik Indonesia.
Sekaligus ini berarti membantu pihak-pihak yang akan bekerja karbon agar berada dalam koridor hukum.
Sehingga pada dasarnya membantu agar tidak ada kesalahan dan tidak ada kegiatan yang di luar ketentuan yang diatur.
"Semua harus dalam kerangka Renops FoLU, sehingga pekerjaan dan hasilnya bisa diukur dengan tata cara ukuran yang sama, sebab selalu yang dipersoalkan adalah bagaimana measurement nya, bagaimana mengukurnya, dan tidak boleh terjadi double counting karbon karena itu bila meleset akan mencelakai bumi ini," tegasnya.
Menteri Siti melanjutkan bahwa jajarannya di pusat dan daerah dan stakeholder terkait harus mengikuti Rencana Operasional (Renops) Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang disusun dengan prinsip (1) sustainable forest management, (2) environmental governance, (3) carbon governance, agar langkah kerja pengendalian perubahan iklim secara nasional bisa berhasil.
"Ini juga saya minta akan menjadi instrumen, bahwa kita bekerja dalam satu derap, dalam satu keselarasan langkah KLHK, BRGM dan semua unit-unit kerjanya yang di lapangan. Itu sebetulnya yang paling penting,” jelas Menteri Siti.
Baca juga: Menteri LHK: FoLU Net Carbon Sink Tidak Sama Dengan Zero Deforestation
Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 telah disusun secara komprehensif dan ilmiah melalui pendekatan analisis spasial, seperti; Indeks Kualitas Hutan, Nilai Konservasi Tinggi (HCV), Jasa lingkungan ekosistem Tinggi, serta Indeks Biogeofisik (IBGF) Serapan Karbon, maupun Karhutla.
Selain itu juga pertimbangan atas Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan/RKTN 2011-2030 serta pertimbangan kapasitas kelembagaan dan modal sosial kemasyarakatan di tingkat tapak.
"Saya sekali lagi menegaskan bahwa FOLU Netsink 2030 akan menjadi panduan bekerja, agenda perubahan iklim sektor kehutanan dan lahan di Indonesia untuk mengakselerasi penurunan Gas Rumah Kaca," tegas Menteri Siti.
Ia menjelaskan bahwa panduan ini menerapkan sekaligus langkah melaksanakan FOLU Netsink dan sustainable forest management, semua akan saling memperbaiki dan akan betul terjadi langkah sinergis dan akan sangat bermanfaat.
"Yang paling penting adalah sistem monitoring dan measurements-nya, karena secara internasional diminta jaminan akan kelayakan kapasitas dan kredibilitas pengukurannya," imbuhnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.