Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apkasi Soroti Belanja Pemda Terkait Mandatory Spending yang Berpotensi Melebihi Anggaran APBD 115%

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyoroti kewajiban daerah dalam membelanjakan anggarannya

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Apkasi Soroti Belanja Pemda Terkait Mandatory Spending yang Berpotensi Melebihi Anggaran APBD 115%
Istimewa
Sekretaris Jenderal Apkasi, Adnan Purichta Ichsan saat Saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan Jakarta, Rabu (6/4/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyoroti kewajiban daerah dalam membelanjakan anggarannya yang berpotensi melebihi Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) sebesar 115%.

Saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Sekretaris Jenderal Apkasi, Adnan Purichta Ichsan memberikan ilustrasi belanja pemda terkait mandatory spending jika diakumulasikan maka dapat melebihi total APBD sebanyak 115%.

Rinciannya infrastruktur 40%, pendidikan 20%, kesehatan 10%, alokasi Dana Desa 10%, Alokasi Dana Kelurahan 5% dan belanja pegawai sebesar 30%.

“Ini masih bicara tentang mandatory spending, belum kita bicara masih banyak urusan pemerintahan lainnya yang juga harus dibiayai melalui APBD seperti 27 urusan pemerintahan dan 4 penunjang urusan pemerintahan," kata Adnan di Gedung Nusantara II, Senayan Jakarta seperti dilansir Tribunnews.com dalam siaran pers, Rabu (06/04/2022).

Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang yang bertujuan mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.

Untuk itulah, kata Bupati Gowa, Sulawesi Selatan,  Apkasi berharap anggota dewan di Banggar dapat menampung aspirasi kami ini dan mencarikan jalan keluarnya.

Berita Rekomendasi

Wakil Ketua Umum Apkasi Ade Yasin yang juga hadir dalam RDPU juga menambahkan poin penting yang dikandung pada Pasal 125 ayat (3) UU HKPD disebutkan bahwa kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Penjelasan pasal di atas menyebutkan bahwa penghitungan kebutuhan dasar penyelenggaraan pemerintahan memperhitungkan antara lain kebutuhan penggajian aparatur sipil negara, baik PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengangkatan PPPK akan berakibat pada bertambahnya persentase belanja pegawai yang hanya dibatasi maksimal 30%.

Baca juga: Apkasi Dorong Pemkab di Indonesia Cari Bibit Talenta Terbaik untuk Naik Kelas ke Level Nasional

Kami menyarankan agar pengangkatan PPPK diharapkan sumber pendanaannya berasal dari tambahan dana Tunjangan Kinerja Daerah atau TKD,” imbuh Bupati Bogor ini.

Wakil Bendahara Umum Apkasi, Arif Sugiyanto menggarisbawahi pemanfaatan platform digital yang mengatur mekanisme pelaporan pajak daerah.

“Hal ini perlu diatur lebih lanjut yang prinsipnya untuk memudahkan daerah serta ada standarisasi sehingga seluruh pemerintah daerah memiliki keseragaman dalam hal pelaporan realisasi pajak daerah.

Dengan penggunaan platform digital ini dapat dijadikan bahan oleh pemerintah pusat dalam mengampil kebijakan fiskal di masa yang akan datang,” ujar Bupati Kebumen itu.

Bupati Jember yang juga selaku Korwil Apkasi Wilayah Jawa Timur, Hendy Siswanto ikut menambahkan tiga isu penting.

Pertama terkait pajak mineral di mana jika daerah ingin memanfaatkan pajak daerah harus diatur mulai dari hulunya.

“Saat ini semua ijin mineral dilakukan di pusat sementara proses tersebut tanpa melewati rekomendasi dari daerah sehingga kalau ingin dampak UU HKPD ini bisa berdampak nyata di daerah maka hal ini harus diatur,” katanya.

Hendy lantas menyebutkan hal kedua terkait pajak perkebunan di mana banyak kebun di daerah itu hanya kebunnya saja, sementara kantornya ada di pusat.

“Implikasinya, perolehan pajaknya pun tergantung pada kantor pusat yang ditempati, sementara kami di daerah telah membangun infrastruktur, kami juga menjaga agar tidak terjadi penjarahan, kemudian jalan-jalan juga harus kami rawat karena terkait mobilitas warga kami yang harus didanai dari APBD.

Baca juga: Apkasi Santuni Korban Erupsi Gunung Semeru Total Rp 200 Juta

Maka kalau kemudian tidak ada imbal balik dari perkebunan yang berkantor di pusat, maka ini juga tidak adil bagi kami,” katanya.

Hal ketiga, imbuh Hendy, banyak pemerintah daerah kekurangan PNS dan P3K.

“Sayangnya untuk memenuhi kekosongan tersebut semua tes dilakukan berdasarkan aturan pusat yang mana peserta dilepas bebas seluruh wilayah Indonesia dan kami yang harus menanggung APBD-nya.

Padahal, banyak tenaga honorer dari daerah kami sendiri yang sudah mengabdi puluhan tahun, namun ketika mereka harus ikut tes, nyatanya banyak yang kalah bersaing dengan peserta dari daerah lain.

"Mohon hal ini dipertimbangkan dan kiranya agar daerah ini diberi sedikit wewenang untuk bisa menentukan dan mengisi kekosongan pegawai dengan mempertimbangkan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi,” katanya.

Dalam RDPU ini, tampak hadir pula Dewan Pengurus Apkasi lainnya di antaranya Bupati Serang Hj. Ratu Tatu Chasanah, Bupati Mempawah Hj. Erlina, Bupati Tulang Bawah Hj. Winarti, Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik, Bupati Halmahera Tengah Edi Langkara, Bupati Serdang Bedagai Darma Wijaya, Wakil Bupati Tapanuli Utara Sarlandy Hutabarat didampingi Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang.

Apkasi bersama Apeksi memenuhi undangan Banggar DPR RI yang ingin mendengar suara daerah terkait implementasi selama lebih dari 3 bulan sejak diberlakukannya Undang Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Baca juga: Buka Apkasi Otonomi Expo 2021, Jokowi Singgung Dunia Global yang Penuh Ketidakpastian

Dalam kegiatan RDPU ini, secara simbolis Apkasi menyerahkan 24 pokok pikiran dan masukan yang diharapkan bisa diakomodir dalam pembahasan selanjutnya terkait penyusunan peraturan turunan atas UU No.1 Tahun 2022 atau lebih dikenal dengan UU HKPD.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas