Menakar Integritas KPK di Kasus Etik Lili Pintauli Usai Disorot Amerika Serikat
IM57+Institute, lembaga yang digawangi para eks pegawai KPK, menuntut Dewas KPK memproses laporan Lili Pintauli secara tuntas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah terbukti berkomunikasi dengan tersangka kasus korupsi, baru-baru ini Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dilaporkan menonton MotoGP Mandalika dan menginap enam malam di hotel mewah Lombok dari pemberian perusahaan BUMN.
Lili dan rombongan dilaporkan mendapat tiket MotoGP Mandalika kategori Premium Grandstand Zona A selama tiga hari pada 18-20 Maret.
Harga tiket kategori ini selama tiga hari sebesar Rp2,82 juta per orang.
Baca juga: KPK Jebloskan Penyuap Bupati Kuansing Andi Putra ke Lapas Sukamiskin
Baca juga: Satu Keluarga Tewas di Garut: Ada Bekas Jeratan di Leher Sang Ibu, Mulut Anaknya Mengeluarkan Busa
Lili juga dilaporkan mendapat fasilitas menginap di Amber Lombok selama sepekan pada 16-22 Maret lalu.
Hotel ini merupakan satu di antara hotel mewah di Lombok Tengah, berjarak sekira 30 kilometer dari Sirkuit Mandalika.
Saat perhelatan MotoGP Mandalika berlangsung, tarif kamar hotel ini sebesar Rp3-5 juta per kamar untuk satu malam.
Dewan Pengawas KPK mengakui kini tengah mengusut dugaan pemberian gratifikasi tersebut.
Terkait adanya temuan itu, IM57+Institute, lembaga yang digawangi para eks pegawai KPK, menuntut agar Dewas KPK memproses laporan itu secara tuntas.
Baca juga: Kasus Etik Lili Pintauli Disorot Amerika Serikat, Pimpinan KPK Beri Pernyataan Ini
Baca juga: Polri Akhirnya Terbitkan SP3 Kasus Korban Bunuh Pembegal di Lombok Tengah
Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha menilai, tindakan Lili sudah berulang sebagai pimpinan KPK sehingga harus ditindak dengan pemecatan.
“Jika laporan pelanggaran penerimaan tiket Moto GP ini terbukti benar, Dewas harus melihat ini adalah perbuatan berulang, harus dijatuhkan sanksi pemecatan terhadap Lili sebagai salah satu pimpinan KPK," kata Praswad dalam keterangannya, Sabtu (16/4/2022).
Praswad mendesak agar Dewas KPK tegas dan tidak permisif seperti sidang etik sebelumnya.
Ia mengingatkan, putusan lembek akan memicu anggota untuk berani melakukan tindakan seperti yang dilakukan Lili.
"Tujuannya agar standar etik KPK tidak menurun yang otomatis akan diikuti kepercayaan publik yang juga menurun terhadap KPK," kata dia.
Baca juga: Ibu dan Dua Anak di Garut Ditemukan Tewas di Rumahnya, Polisi Langsung Olah TKP
Baca juga: Ibu dan 2 Anak Tewas di Garut, Suami dan Sejumlah Tetangga Korban Diperiksa Polisi
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana tidak heran dengan sikap Lili yang kembali melanggar etik.
Ia menilai aksi Lili sudah membuktikan bahwa dia bukan orang yang berintegritas.
“Dengan kondisi carut marut di internal KPK saat ini, tentu isu pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat,” kata Kurnia dalam keterangannya, Sabtu (16/4/2022).
Laporan AS
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat baru-baru ini menerbitkan laporan terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Satu di antaranya mereka menyoroti pelanggaran etik yang dilakukan Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar.
AS menyorot peristiwa 30 Agustus 2021, di mana Lili dinyatakan bersalah secara etik oleh Dewan Pengawas KPK terkait kasus korupsi mantan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara Muhamad Syahrial.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Lili akan kooperatif jika dimintai keterangan.
"Pimpinan pun akan kooperatif jika nanti dibutuhkan informasi dan keterangannya," kata Ali kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).
IM57+Institute menilai citra KPK sudah rusak di dunia internasional setelah keluarnya laporan itu.
“Laporan tersebut menggambarkan turunnya kredibilitas KPK, pimpinan KPK dan pemberantasan korupsi di mata dunia internasional,” kata Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha, Sabtu (16/4/2022).
Sementara, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyebut Dewas KPK seharusnya malu lantaran pelanggaran etik Lili disorot AS.
"Yang harus malu tidak hanya Lili, tapi juga Dewas, yang kehilangan rasa sebagai orang yang melindungi pelanggaran etik yang dilakukan Lili," kata Feri kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).
Feri berujar, Lili juga seharusnya sadar atas tindakan yang dilakukannya itu mencoreng nama baik KPK.
Ia juga menyoroti soal kebijakan Presiden dan DPR yang merevisi Undang-Undang KPK.
"Seharusnya Lili juga sadar diri apa yang dia lakukan betul-betul rusak, dan ini semua ulah dari Presiden dan DPR yang mengubah UU KPK dan memilih para komisioner tak tahu malu tersebut," ujar Feri.
Baca juga: Panjang Akal, Penyelundupan Pil Koplo ke Lapas Semarang Dicampur Oseng Tempe, Sayur dan Sambal
Selanjutnya, Feri juga mendesak agar Dewas KPK dibubarkan karena dinilai tidak mampu mengawasi kinerja insan KPK.
Ia juga mendesak Lili agar mundur dari jabatannya.
"Dewas wajib berhentikan. Kalau enggak mampu, mundur saja, memalukan. Lili harus punya kepekaan moral, sosial, dan cermin diri yang baik dalam melihat masalah ini. Sudah nyata-nyata begitu, apa tidak punya rasa malu. Dia harus sadar diri untuk mundur," kata Feri.