Kejaksaan Ditantang Tuntaskan Kasus Mafia Migor Hingga ke Akar-akarnya
Romli Atmasasmita menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku dan minyak sawit sebuah pertaruhan yang berisiko.
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku dan minyak sawit sebuah pertaruhan yang berisiko.
Dia menyebut, pelarangan ekspor bahan baku dilakukan hanya karena Jokowi ingin melihat rakyat tidak lagi miskin dan menderita akibat langkanya minyak goreng di masyarakat.
Oleh karena itu, Romli mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) harus tuntas mengusut dugaan korupsi kasus minyak goreng (migor) yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana perdagangan (Tipidag).
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka.
Salah satunya ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).
"Pengorbanan dan taruhan pemerintah ini merupakan tantangan terhadap Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus ini baik dari Tipidag, maupun dari Tipikor (tipikor) dan TPPU (tindak pidana pencucian uang)-nya," ujar Romli dalam keterangannya, Senin (25/4/2022).
Romli menegaskan, penyidikan tuntas dimaksud adalah agar peristiwa dugaan korupsi crude palm oil (CPO) dapat terungkap seluas-luasnya dan diharapkan tidak terjadi lagi.
Baca juga: Legislator Demokrat: Larangan Ekspor CPO-Minyak Goreng Bentuk Tindakan Tegas Presiden
Senada, Koordinator Aktvis 1998 (Siaga 98) Hasanuddin menyebut, keputusan Presiden Jokowi melarang ekspor CPO per 28 April 2022 sampai batas waktu yang belum ditentukan merupakan sebuah peringatan keras kepada produsen CPO.
"Bahwa tata niaga minyak sawit tidaklah bertujuan mencari keuntungan produsen semata dengan mengabaikan kepentingan konsumen dan masyarakat secara luas," kata Hasanuddin.
Dia menegaskan, keputusan Jokowi ini tidak mengabaikan ekonomi pasar atau anti ekonomi pasar, melainkan menentang praktek mencari keuntungan semata dengan memprioritaskan ekspor CPO. Sebab, membaiknya harga di pasar global dengan mengabaikan konsumen dalam negeri mengakibatkan harga terkondisi negatif karena praktek curang dalam pasar.
"Terbukti, kecurangan ini merupakan perbuatan melawan hukum, yang melìbatkan produsen dan pejabat negara yang saat ini dalam penanganan Kejaksaan Agung," ujarnya.
Menurut Hasanuddin, tindakan Presiden Jokowi melarang ekspor sudah tepat untuk menormalisasi persediaan migor dan harga didalam negeri, akibat adanya pasar gelap produsen-pejabat.
Apalagi, kata dia, pemerintah memiliki kewenangan mengatur ekspor-impor komoditas CPO.
Baca juga: RI Stop Ekspor CPO, China Bakal Kena Imbas
"Kewenangan mengatur ini bukanlah intervensi terhadap pasar. Sebab pasar tidak bisa berjalan sendiri di ruang hampa tanpa keterlibatan pemerintah untuk mengatur keseimbangan dan mengendalikan keserakahan produsen dari upaya kapitalisasi tak terbatas di pasar CPO," pungkas dia.