Kata Ekonom soal Larangan Ekspor Minyak Goreng, Picu Perang Dagang hingga Dinilai Untungkan Malaysia
Kata para Ekonom soal kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO).
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO) per 28 April 2022 menuai kritik dari sejumlah pakar ekonomi.
Satu di antaranya Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky.
Ia menilai larangan ekspor tidak efetif untuk jangka panjang.
Pemerintah diminta untuk lebih memperhatikan efek eksternal dari kebijakan larangan tersebut.
Baca juga: Legislator Demokrat: Larangan Ekspor CPO-Minyak Goreng Bentuk Tindakan Tegas Presiden
Baca juga: Keputusan Larangan Ekspor Minyak Goreng Dinilai Kebijakan Emosional
Menurutnya, larangan ekspor justru akan memicu perang dagang.
Sebab, negara yang bergantung dengan impor minyak goreng dari Indonesia bisa melakukan pembalasan.
"Kemungkinan terbesar bisa menjadi episode kedua dari perang dagang,"
"Di mana negara-negara yang tergantung impor kelapa sawitnya dari Indonesia bisa melakukan trade retalitation atau pembalasan," kata Teuku, dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Selasa (26/4/2022)
Dinilai Untungkan Negara Malaysia
Direktur of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, adanya kebijakan ini justru akan menguntungkan negara Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia.
Jika ekspor minyak goreng dilarang, menurutnya juga akan menguntungkan negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif seperti soybean oil atau sunflower oil.
Ia menilai, pemerintah seharusnya menghentikan kebijakan tersebut.
Sebab, dinilai tidak akan menyelesaikan masalah minyak goreng saat ini.
Justru adanya pelarangan ini kata Bhima hanya akan mendatangkan protes bagi calon pembeli di luar negeri.