Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi III DPR Berharap Vonis Terhadap Ni Luh Widiani Junjung Tinggi Rasa Keadilan

Kasus yang menimpa seorang ibu asal Buleleng, Bali, bernama Ni Luh Widiani mendapat perhatian sejumlah kalangan.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Komisi III DPR Berharap Vonis Terhadap Ni Luh Widiani Junjung Tinggi Rasa Keadilan
Tribunnews.com
Ilustrasi palu sidang 

TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA – Kasus yang menimpa seorang ibu asal Buleleng, Bali, bernama Ni Luh Widiani mendapat perhatian sejumlah kalangan.

Termasuk dari Anggota Komisi III DPR RI Hinca IP Pandjaitan.

Hinca mengatakan Widiani harus mendapatkan keadilan.

“Rasa keadilan tidak boleh mengambang dan tak boleh ditunda, hanya degan mengulangi dan mencari celah baru. Rasa keadilan harus menyentuh garis finis dan selanjutnya mendapatkan pialanya. Jangan dianulir dengan membuat kasus baru. Selain tak elok juga tak adil,” kata Hinca kepada wartawan, Selasa (26/4/2022).

Seperti diiketahui, Widiani terus berupaya mencari keadilan atas kasus dugaan kriminalisasi yang menimpanya.

Baca juga: Perjuangan Ni Luh Widiani Mencari Keadilan, Kompolnas Sarankan Lapor ke Propam

Widiani memperjuangkan haknya, sepeninggal almarhum suaminya Eddy Susila Suryadi.

Kuasa Hukum Widiani, Agus Widjajanto mengatakan menjelang hari bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kerobokan, Denpasar, pada pertengahan Maret 2022, Widiani kembali diadili dengan laporan polisi yang sama.

Berita Rekomendasi

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Widiani pidana penjara 4,5 tahun penjara.

Widiani dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor: LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 atas dugaan pemalsuan dokumen kependudukan.

Widiani diputus bersalah dengan pidana penjara selama 14 bulan penjara.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 3 Mei 2021, mengabulkan gugatan penggugat, yakni keluarga almarhum Eddy.

Akta perkawinan Widiani dan Eddy, termasuk akta kelahiran Jovanka -anak Widiani dan Eddy- yang terbit pada 5 Februari 2015, dinyatakan batal demi hukum, tidak sah, dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Menurut pengacaranya, kini Widiani akan menghadapi vonis atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat, menggunakan dokumen administrasi kependudukan (adminduk) yang tidak sah.

Hinca pun menyampaikan harapannya menjelang vonis Ni Luh Widiani.

Baca juga: Herry Wirawan Divonis Mati, Ridwan Kamil: Semoga Ini Memenuhi Rasa Keadilan Masyarakat

“Hati nurani majelis yang memeriksa dan mengadili perkara ini sudah seharusnya memutus dengan rasa keadilan yang utuh. Itulah perasaan keadilan publik, yang juga disuarakan oleh suara kaum perempuan. Kita berharap putusannya berpihak pada rasa keadilan masyarakat, masyarakat perempuan saat barusan diperingati Hari Kartini,” ujar Hinca.

Pada kasus pertama, Widiani melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA), setelah pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bali menguatkan putusan PN Denpasar. Hakim tingkat kasasi menganulir dua putusan tersebut.

Sementara itu, Ahli Pidana Mompang L Pangabean menyatakan Majelis Hakim PN Denpasar yang tengah menyidangkan Widiani harus menolak perkara tersebut.

Mompang mengatakan sesuai dengan due process of law, perlindungan hak individu setiap warga negara untuk diproses sesuai prosedur melalui peradilan.

Menurut Mompang, seseorang hanya boleh disidangkan sesuai dengan laporan yang dibuat di kepolisian.

“Laporan polisi menjadi dasar bagi penuntut umum untuk membuat dakwaan,” kata Mompang yang dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan.

Menurut dia, apabila terjadi pemeriksaan di sidang pengadilan yang tidak memiliki landasan berupa laporan polisi dan dakwaan secara akurat sesuai dengan syarat formil dan syarat materiil, maka hal itu merupakan pengingkaran terhadap due process of law.

Lebih lanjut, Mompang mengatakan dalam laporan polisi, di mana perkaranya sudah diputus, tidak disebutkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dalam berita acara RUPS.

“Tidak bisa sebuah laporan polisi diperluas untuk dugaan tindak pidana yang lain,” tegas Mompang Pangabean.

Kuasa hukum Ni Luh Widiani berharap Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri memperhatikan kasus dugaan kriminalisasi terhadap kliennya.

Sebab, satu laporan polisi disebut tidak mungkin bisa diterapkan untuk dua objek yang berbeda.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas