Sahroni 10 Tahun Tak Mudik Demi Pekerjaan Sebagai Satpam di Rest Area KM 72 A
Lalu lalang pemudik masih berdatangan di Rest Area KM 72 A Tol Cipularang, Purwakarta, Jawa Barat di H-3 Lebaran 1443 Hijriah.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lalu lalang pemudik masih berdatangan di Rest Area KM 72 A Tol Cipularang, Purwakarta, Jawa Barat di H-3 Lebaran 1443 Hijriah.
Tak begitu dengan Muhammad Sahroni. Dia tampak duduk di sebuah pos pengamanan security.
"Panas, pak," katanya kepada Tribunnews.com saat ditemui, Jumat (29/4/2022) sekira pukul 13.10 WIB.
Sahroni merupakan satu di antara 15 satuan pengamanan atau Satpam yang berjaga di Rest Area KM 72 A Tol Cipularang.
Dia tinggal bersama istri dan ketiga anaknya di sebuah kawasan tak jauh dari Tol Cipularang.
Anak pertama Sahroni sudah berkeluarga. Kemudian, anak kedua kini masih menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi (PT) di Purwakarta.
"Makanya saya malu, karena dia (anak kedua) biaya (kuliah) sendiri," ucap pria berkulit sawo matang itu.
Sementara anak ketiganya, saat ini sedang menempuh pendidikan juga di sekolah menengah pertama (SMP).
Di sela-sela obrolan, Sahroni mempersilakan beberapa pemudik yang hendak memarkir di rest area tersebut.
"Silakan, bos," ujar Sahroni lalu mengarahkan kendaraan pemudik ke area parkiran.
Baca juga: Tak Mudik Lebaran, Artis Hami Diah dan Suami Stand By Kerja
Sejurus kemudian, Sahroni pun melanjutkan kisahnya.
Dulunya, pria berusia 49 tahun itu belum terpikirkan bakal menjadi Satpam.
Sebelum jadi Satpam, Sahroni masih kerja serabutan.
"Dulu masih serabutan. Pokonya macam-macamlah (pekerjaan)," ungkapnya lalu tertawa terbahak-bahak.
Sahroni mengaku sudah sepuluh tahun tak pernah mudik ke kampung halamannya di Jambi.
Sebab, dirinya belum memiliki tabungan yang cukup untuk membiayai perjalanan mudik bersama keluarganya.
Di sisi lain, dia belum siap melepaskan pekerjaannya sebagai Satpam di Rest Area KM 72 A Tol Cipularang.
Hal tersebut lantaran menjadi Satpam adalah pekerjaan utama Sahroni.
Apalagi Sahroni merupakan tulang punggung keluarga.
"Saya bisa aja pulang kampung. Cuma itu tadi keluarga saya jadi korban. Perusahaan kan tidak bisa seenaknya kita," ucapnya.
Kendati demikian, Sahroni tetap saling berkabar dengan keluarganya di kampung meski hanya melalui sambungan telepon seluler.