Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Refleksi Peristiwa Mei 1998, FSI: Tidak Mengurangi Semangat Keindonesiaan

FSI menilai tragedi kerusuhan Mei 1998 tidak mengurangi semangat ke-Indonesiaan di kalangan etnis Tionghoa.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Refleksi Peristiwa Mei 1998, FSI: Tidak Mengurangi Semangat Keindonesiaan
(KOMPAS/EDDY HASBY)
Ilustrasi Peristiwa Mei 1998. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua dan pendiri Forum Sinologi Indonesia (FSI) Jakarta Dr Johanes Herlijanto menilai tragedi kerusuhan Mei 1998 tidak mengurangi semangat ke-Indonesiaan di kalangan etnis Tionghoa.

Pascaterjadinya kerusuhan tersebut, Herlijanto menilai etnis Tionghoa di Indonesia justru semakin aktif memperlihatkan kepada publik negeri ini bahwa mereka pun orang-orang Indonesia, sama seperti komponen bangsa lainnya.

Dosen Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan ini mengatakan upaya etnis Tionghoa memperkuat semangat kebangsaan dalam dua dasawarsa terakhir ini belum secara tuntas menepis narasi miring mengenai loyalitas mereka terhadap Indonesia.

Bagi Herlijanto, kenyataan ini patut disayangkan mengingat etnis Tionghoa sejatinya telah mengalami proses akulturasi selama berberabad-abad di Nusantara.

"Akulturasi tersebut membentuk sebuah jati diri tersendiri sebagai orang Tionghoa Indonesia, yang seratus persen berbeda, dan tidak lagi memiliki hubungan, dengan masyarakat maupun pemerintah yang berkuasa di daratan Cina," ujar Herlijanto melalui keterangan tertulis, Rabu (11/5/2022).

Menurutnya, etnis Tionghoa yang baru saja melalui masa-masa terburuk akibat tragedi kemanusiaan itu membentuk berbagai organisasi dengan tujuan untuk turut berkontribusi bagi pembangunan Indonesia yang lebih baik.

Berita Rekomendasi

Melalui organisasi-organisasi tersebut, kalangan Tionghoa secara menyeluruh diimbau untuk turut berpartisipasi pada kegiatan sosial dan politik agar lebih terintegrasi dalam masyarakat Indonesia secara utuh.

Baca juga: Patung Macan Rp 2 Miliar di Makam Tionghoa Raib Dicuri, Ahli Waris Ungkap Penampakannya

Herlijanto menilai bahwa kegiatan sosial dan politik juga ditujukan untuk menghapuskan berbagai stereotip yang telah lekat selama berdasawarsa, antara lain mengenai kurangnya loyalitas kebangsaan mereka.

"Sayangnya, stigma sebagai asing yang menurutnya telah terlanjur terkonstruksi di era penjajahan, tetap dilekatkan pada Tionghoa," ucapnya.

Padahal, menurut Herlijanto, tak sedikit tokoh-tokoh Tionghoa yang memiliki andil penting dalam proses pembangunan kebangsaan Indonesia.

Masih menurut Herlijanto, studi mengenai politik peranakan Tionghoa di Jawa, yang ditulis Leo Suryadinata pada tahun 1979, sebenarnya cukup untuk memperlihatkan bahwa komunitas Tionghoa di Indonesia bukan melulu terdiri dari orang-orang yang menganggap diri asing dan berorientasi pada daratan Cina.

Bahkan sebelum Republik Indonesia berdiri, terdapat sekelompok aktivis politik Tionghoa yang mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Baca juga: Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Siap Perkuat Kerja Sama dengan Jaringan Tribun Network

Di bawah pimpinan Liem Koen Hian, mereka membentuk Partai Tionghoa Indonesia (PTI) pada tahun 1932.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas