Kementan Tingkatkan Produksi Beras Lewat Revitalisasi RMU dan Inovasi Dryer
Untuk menguatkan cadangan beras ke depannya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengarahkan bahwa seluruh penggilingan harus naik kelas.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan terobosan guna meningkatkan produksi beras sebagai komoditas utama yang dibutuhkan masyarakat dan menguatkan peran sektor pertanian dalam stabilitas ekonomi makro. Salah satunya dengan melakukan revitalisasi mesin penggilingan atau rice milling unit (RMU) dan inovasi alat pengering (dryer) padi.
“Tantangan dalam penyediaan pangan salah satunya adalah pemenuhan pangan bagi penduduk Indonesia sebanyak 273 juta jiwa dan diperkirakan terus bertambah. Maka dari itu perlu adanya strategi untuk peningkatan produksi pangan khususnya beras agar kebutuhan bisa terpenuhi, salah satunya dengan revitalisasi penggilingan padi sekaligus menginovasi dryer padi untuk meningkatkan kualitas dan nilai jual gabah atau beras petani,” demikian dikatakan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Gatut Sumbogodjati dalam webinar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) propaktani yang bertajuk “Revitalisasi Penggilingan Padi untuk Meningkatkan Kualitas Produksi”, kemarin Rabu (11/5/2022).
Untuk melengkapi dan meremajakan mesin penggilingan padi, Gatut mengimbau kepada pelaku penggilingan padi kecil maupun menengah agar mampu menggunakan fasilitas dana Kredit Usaha Rakyat (KUR). Akses KUR untuk pengadaan penggilingan dan dryer akan menguntungkan semua pihak.
“Seperti, pengusaha penggilingan akan diuntungkan karena memiliki penggilingan dan dryer yang berkualitas, terutama disaat cuaca tidak bersahabat,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan sesuai arahan kebijakan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, ada 5 strategi cara bertindak yang harus diikuti untuk mewujudkan pertanian maju mandiri modern. Diantaranya meningkatkan kapasitas produksi, terutama padi.
“Terkait perberasan ini, Indonesia sejak 2019 sampai hari ini tidak ada impor beras umum. Pemerintah terus berupaya memperbaiki kualitas mutu produksi beras di dalam negeri. Salah satunya dengan membenahi penggilingan padi skala kecil. Saya mengapresiasi jika ada kelompok tani yang mampu membuat bed dryer sebagai salah satu kelengkapan RMU. Misalnya yang dilakukan Sutrisno, Ketua Gapoktan Tani Makmur, Ngawi dan Edi Narwanto, pemilik UD Sari Agung, Sragen,” ucapnya.
Lebih lanjut Suwandi menambahkan hilirisasi padi ini tidak hanya beras saja. Masih banyak produk turunan dari padi yang bisa diolah seperti dedaknya, tepungnya atau menir yang bisa menjadi bahan baku untuk diproses ulang.
“Untuk menguatkan cadangan beras ke depannya, arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo seluruh penggilingan itu harus naik kelas. Nah, jangan sampai menir pun kita ambil dari tempat lain. Cintai produk dalam negeri,” tegasnya.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia (PERPADI), Sutarto Alimoeso memberikan acungan jempol terhadap upaya Kementan dalam meningkatkan produksi dan kualitas beras melalui revitalisasi penggilingan padi. Menurutnya upaya ini merupakan suatu keharusan agar penanganan perberasan secara nasional memberikan nilai tambah bagi petani dan perekonomian nasional.
“Revitalisasi sudah berjalan tetapi masih memerlukan terobosan baru. Fokus revitalisasi adalah cara kerja, proses pengeringan yang baik dengan menggunakan dryer, perbaikan konfigurasi mesin, peningkatan penggunaan sumber energi listrik, sinar matahari dan pemanfaatan limbah. Pelaksanaan revitalisasi dilaksanakan secara bertahap sehingga dapat meningkatkan rendemen giling, meningkatkan mutu beras, menurunkannya tingkat kehilangan padi dan meningkatkan pemanfaatan limbah,” beber Sutarto.
Hal senada dikatakan Managing Director PT Vietindo Jaya, Mohamach Abdoula, yakni mendukung upaya revitalisasi RMU dan inovasi dryer mengingat masih banyaknya RMU yang perlu diupgrade untuk menghasilkan beras berkualitas tinggi. Selain itu, hal ini juga penting juga mewujudkan target peningkaatan nilai tambah beras melalui ekspor.
“Di samping beras umum, Indonesia memiliki beras eksotik yaitu beras merah, beras hitam, dan lainnya untuk target ekspor. Untuk itu banyak penggilingan yang kita tingkatkan kelasnya untuk menghasilkan beras lebih tinggi kualitasnya dan ini juga tentu menaikkan harga jual beras petani. Dan diharapkan dengan revitalisasi industri pengolahan, yaitu unit dryer dan penggilingan kita bisa mengejar hasil dan memiliki bufferstock yang cukup,” ujarnya.
Anas Havied Handoko dari PB. Karya Mulya, Sragen, Jawa Tengah mengatakan revitalisasi penggilingan padi bisa dilakukan secara berkala untuk dapat meningkatkan hasil produksi juga dapat menjaga kestabilan kualitas beras. Dalam revitalisasi penggilingan padi, tak hanya menambah atau mengganti peralatan yang rusak sehingga berfungsi kembali atau penyediaan unit penggilingan padi yang baru saja yang menjadi pilar penting.
“Namun, revitalisasi untuk menjadikan kelembagaan gapoktan yang sehat, mempunyai legalitas secara hukum dan sistem management usaha yang profesional, serta revitalisasi permodalan juga tak kalah penting yakni dengan memudahkan akses Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani,- red) atau usaha penggilingan padi kepada sumber-sumber pembiayaan, serta mempunyai avails (penjamin,- red) yang diharapkan akan menjadi sumber pembiayaan,” tuturnya.
Perlu diketahui, inovasi alat pengering gabah dengan harga terjangkau, nyatanya bisa dibuat oleh Gapoktan Tani Makmur Ngawi Jawa Timur. Sutrisno, sebagai Ketua Gapoktan, Tani Makmur, Ngawi, Jawa Timur, yang menciptakan bakdryer mengungkapkan kenapa dirinya lebih memilih bed dryer daripada vertical dryer, yakni bed dryer mampu ditingkatkan kapasitasnya (bahkan lebih dari kapasitas produksinya).
“Tak hanya itu, waktu pengeringan lebih cepat dan hemat serta perawatan mudah namun dengan hasil yang maksimal, dibandingkan vertical dryer. Total investasi bed dryer pun lebih murah, dengan kapasitas maksimal 20 ton hanya membutuhkan modal sekitar Rp250 juta, dimana Rp50 juta untuk pembuatan bed dryer dan Rp150 juta untuk gudang, dibandingkan vertical dryer dengan maksimal 10 ton, membutuhkan dana mencapai Rp1 miliar lebih,” kata Sutrisno. (*)