Kuasa Hukum Terdakwa TNI Sebut Tidak Unsur Keuangan Negara dalam Dugaan Korupsi TWP AD
M. Yunus Yunio mengatakan, tidak ada unsur keuangan negara dalam perkara yang menjerat kliennya.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah yakni M. Yunus Yunio mengatakan, tidak ada unsur keuangan negara dalam perkara yang menjerat kliennya.
Hal itu didasari karena menurut pendapat pihaknya kalau kedudukan Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (BP TWP AD) bukanlah bagian dari pemerintah atau dapat dipersamakan dengan badan atau lembaga eksekutif lainnya.
Dalam artian lain, BP TWP AD kata dia, merupakan organisasi ekstra yang berada di luar lembaga pemerintahan atau badan eksekutif lainnya.
"Karena tidak dibuat berdasarkan undang-undang dan melaksanakan perintah undang-undang secara khusus, melainkan dibentuk berdasarkan surat keputusan dan memiliki aturan internal yang tidak berkaitan dengan undang-undang tertentu," beber Yunio dalam sidang beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tinggi Militer II, Kamis (12/5/2022).
Dengan begitu kata dia, menjadi perbuatan inkonstitusional dengan menjadikan hasil audit BPKP Kantor Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dalam rangka penghitungan kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pengelolaan dana TWP AD Tahun 2019 sampai dengan 2020 berdasarkan surat Nomor : SR-1098 D5/12/2001 tanggal 28 Desember 2021.
Hal tersebut tentunya kata Yunio menjadikan tatanan hukum konstitusi menjadi tidak beraturan, karena pada dasarnya, perhitungan kerugian negara merupakan tugas mutlak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) berdasarkan Konstitusi dan undang-undang.
Terlebih diperkuat dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
"Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare (mengumumkan, red) kerugian keuangan negara," ucap Yunio.
Dengan demikian berdasarkan perspektif hukum, Yunio menyebutkan bahwa, tidak ada unsur keuangan negara dalam perkara yang menjerat kliennya itu.
Tak hanya itu, perhitungan kerugian negara pun menjadi tidak memiliki kekuatan hukum dengan sendirinya karena tidak ada unsur keuangan negara.
Baca juga: Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Korupsi TWP AD Sebut Pengadilan Militer Tak Berwenang Adili Perkara
"Kalaupun dipaksakan maka perhitungan kerugian keuangan negara menjadi inskonstitusional dan merusak tatanan hukum konstitusi yang menyebabkan penegakan hukum bertentangan dengan konstitusi," kata Yunio.
Sehingga yang ada, menjadikan perbuatan menuduh atau mendakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi merupakan kekeliruan penerapan hukum yang sangat mendasar dan terkesan dipaksakan.
Tak hanya itu, dirinya juga menilai jika proses perkara tetap dijalankan maka membuat jalannya persidangan menjadi inkonstitusional.
"Oleh karena, perbuatan yang didakwakan tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan maka patut secara hukum dakwaaan penuntut umum tidak dapat diterima," tukas Yunio.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) tahun 2019 - 2020 yakni Brigadir Jenderal TNI Yus Adi Kamrullah dan Ni Putu Purnamasari menilai Pengadilan Tinggi Militer II tak berwenang mengadili perkara tindak pidana korupsi.
Hal itu disampaikan langsung oleh kuasa hukum Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah sebagai terdakwa I yakni M. Yunus Yunio dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan oditur tinggi militer di Pengadilan Tinggi Militer II, Kamis (12/5/2022).
"Berdasarkan perspektif hukum tim kuasa hukum terdakwa I adalah kurang tepat jika perkara tindak pidana korupsi ini diperiksa, diadili dan diputus pada Pengadilan Tinggi Militer II," kata Yunio dalam eksepsinya.
Itu didasari karena menurut pihaknya, peradilan tersebut tidak memenuhi kaidah-kaidah kompetensi absolut suatu badan peradilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi.
"Kendatipun terdakwa I adalah seorang anggota TNI Angkatan Darat yang tunduk dan patuh pada Undang-undang No.37 tahun 1997 tentang Peradilan Militer," ucapnya.
Atas hal itu, menurut tim kuasa hukum Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah proses persidangan yang memiliki ketentuan dan kompetensi absolut yakni digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Aturan tersebut juga kata dia, tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Bahwa berdasarkan hukum perkara tindak pidana korupsi hanya dapat diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," tukas Yunio.
Oleh karena itu, pihaknya kata Yunio berpendapat kalau Pengadilan Tinggi Militer II tidak berwenang mengadili dan memutuskan perkara kliennya.
Diberitakan sebelumnya Brigadir Jenderal TNI Yus Adi Kamrullah dan Ni Putu Purnamasari didakwa korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) tahun 2013 sampai 2020.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan, keduanya didakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Tahun 2013 sampai 2020 pada sidang Pembacaan Surat Dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Rabu (27/4/2022).
Sumedana mengatakan dalam dakwaan kesatu primer keduanya didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga didakwa dengan dakwaan kesatu subsidair dengan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal ayat (1) KUHP.
Untuk dakwaan kedua, kata Sumedana, keduanya didakwa dengan Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Sidang ditunda hingga Kamis 12 Mei 2022 dengan agenda persidangan yaitu pembacaan eksepsi dari terdakwa maupun penasehat hukum terdakwa," kata Sumedana dalam Siaran Pers Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung pada Rabu (27/4/2022).
Ia mengatakan persidangan tersebut berjalan lancar dan tertib dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sidang perdana tersebut, kata dia, diketuai oleh Hakim Ketua Brigadir Jenderal TNI Faridah Faisal serta Hakim Anggota Brigadir Jenderal TNI Hanifan Hidayatulloh dan Laksamana Pertama TNI Fahzal Hendri.