KPK Jebloskan Eks Plt Kadis PUPRP Hulu Sungai Utara ke Lapas Banjarmasin
KPK menjebloskan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim jaksa eksekutor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banjarmasin.
Pelaksanaan eksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Banjarmasin Nomor : 4/Pid.Sus-TPK/2021/PN Bjm tanggal 12 April 2022 yang berkekuatan hukum tetap.
"Jaksa Eksekutor Leo Sukoto Manalu, (12/5) telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dengan terpidana Maliki," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Jumat (13/5/2022).
Ali mengatakan, Maliki akan menjalani pidana penjara selama 6 tahun dikurangi masa penahanan.
Dalam amar putusan, majelis hakim menjatuhkan pembayaran pidana denda sejumlah Rp250 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Selain itu, adanya pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp195 juta.
"Dengan ketentuan jika dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap tidak dibayar maka harta bendanya akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan apabila juga tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka di pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan," kata Ali.
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin menyatakan terdakwa Maliki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Maliki selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Maliki sebagai tersangka penerima suap perkara tersebut. Sementara tersangka pemberi suap, yaitu Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Baca Selanjutnya: Bupati nonaktif hulu sungai utara abdul wahid segera disidang di pn banjarmasin
Dalam pengembangan kasus itu, KPK kemudian menetapkan Bupati nonaktif HSU Abdul Wahid sebagai tersangka.
KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekira Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten HSU, yaitu pada 2019 sekira Rp4,6 miliar, tahun 2020 sekira Rp12 miliar, dan tahun 2021 sekira Rp1,8 miliar.