Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Kasus Kekerasan: M Kece Sebut Pernah Cabut Laporan tapi Bukan Hentikan Perkara

Pencabutan itu dikarenakan, M. Kece sempat salah mengalamatkan laporan di Gedung Bareskrim Polri.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Sidang Kasus Kekerasan: M Kece Sebut Pernah Cabut Laporan tapi Bukan Hentikan Perkara
Rizki Sandi Saputra
YouTuber Muhammad Kosman alias M. Kece saat diambil sumpahnya sebelum sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/5/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terduga korban tindak kekerasan yang terjadi di Rutan Bareskrim Polri yakni Muhammad Kosman alias M. Kece menyatakan pernah mencabut laporannya terhadap Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan empat terdakwa lainnya.

Pencabutan itu dikarenakan, M. Kece sempat salah mengalamatkan laporan di Gedung Bareskrim Polri.

Mulanya, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menanyakan terkait dengan adanya bukti surat kalau M. Kece pernah mencabut laporan.

Surat itu lantas yang kerap kali ditunjukkan oleh tim kuasa hukum Napoleon Bonaparte setiap kali sidang.

Baca juga: Eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte Ditolak, Majelis Hakim akan Hadirkan M Kece Sebagai Saksi

"Ketika saudara menyampaikan laporan tersebut kemudian ada upaya supaya laporan itu cabut. Ada yang menyarankan atau ada yang menasihati saudara?" tanya Hakim Ketua Djuyamto kepada M. Kece, dalam sidang Selasa (17/5/2022).

"Oh iya (ada pencabutan laporan). Karena saya melaporkan salah alamat, di Bareskrim lantai 14. Harusnya di lantai 4 yang mulia," kata M. Kece menyahuti hakim.

Berita Rekomendasi

Kesalahan itu kata Kece dikarenakan, saat melayangkan laporan ke Bareskrim atas tindak kekerasan di dalam Rutan dirinya belum didampingi kuasa hukum.

Kece juga memastikan, pencabutan laporan itu dilakukan dalam keadaan sadar karena memang murni atas kesalahan dirinya.

"Saya sendiri karena salah lapor harusnya lapornya di lantai 4. Ternyata waktu saya bikinnya di lantai 14 yang mulia. Setelah ada PH (penasihat hukum), saya didampingi oleh PH lalu melapor di lantai 4," ucap Kece.

Dirinya lantas menegaskan, kalau pencabutan laporan itu bukan berarti perkara yang menimpa dirinya tidak dilanjutkan.

Kata dia, pencabutan laporan tersebut memang karena salah menuliskan alamat, sedangkan perkara dugaan kekerasan yang dialaminya tetap harus diproses.

"Ya tindak penganiayaannya harus dilanjutkan yang mulia. (Laporan) yang resmi ketika saya didampingi oleh kuasa hukum, tidak pernah saya mengatakan cabut. Tidak yang mulia," tegas M. Kece.

Sebagai informasi, Kuasa hukum terdakwa dugaan tindak pidana kekerasan Irjen Napoloen Bonaparte, Ahmad Yani meminta agar perkara kliennya terhadap Muhammad Kece dapat diselesaikan secara keadilan restoratif atau restorative justice.

Atas hal itu, pihaknya meminta proses persidangan yang melibatkan kliennya itu dapat dihentikan.

Baca juga: Kuasa Hukum Napoleon Bonaparte Sebut Sidang Kekerasan Terhadap M Kece Seharusnya Dihentikan

Permintaan itu dilayangkan oleh Yani seraya menagih komitmen dari Jaksa Agung dan Kapolri dalam mengedepankan upaya penyelesaian hukum melalui mekanisme tersebut.

"Ada yang disebut restorative justice. Apakah yang ditandatangani pada 21 Juli oleh Jaksa Agung berlanjut tidak di Negara Indonesia. Begitu juga surat edaran yang dikeluarkan kapolri. Begitu juga janji kapolri pada fit and proper di komisi tiga," kata Yani dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022).

Adapun permintaan itu, dilayangkan karena baik Muhammad Kece maupun Napoleon Bonaparte telah bersepakat untuk berdamai.

Hal itu dibuktikan oleh tim kuasa hukum dengan adanya tiga lembar surat pernyataan damai dan pencabutan laporan yang ditandatangani oleh keduanya memakai materai.

Bahkan mereka mengaku, telah menyurati Kapolri yang juga dialamatkan kepada Jaksa Agung.

"Sesungguhnya jauh persidangan ini belum dimulai pada waktu proses BAP kita juga sudah mengajukan surat kepada Kapolri yang juga tembusannya kepada Jaksa Agung dan sesungguhnya saya sudah baca berkas perkara ada tiga lembar surat pernyatan itu yang tidak dimasukkan rangkaian berkas perkara," katanya.

Atas hal itu, Yani meminta kepada majelis hakim agar surat pernyataan perdamaian yang berjumlah tiga lembar itu dapat dijadikan pertimbangan majelis hakim.

Terlebih kata Yani, perkara yang melibatkan kliennya ini sensitif dan dapat memicu kegaduhan sertta masalah sosial.

"Seharusnya perkara ini tidak dibawa ke pengadilan. Tapi ini sudah dibawa ke pengadilan," katanya.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dalam hal ini, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal 170 ayat 2 KUHP. Ayat 2 pasal itu menyebut pelaku penganiayaan dapat dipenjara maksimal hingga 7 tahun jika mengakibatkan luka pada korban.

Napoleon juga didakwa dengan pasal 170 ayat 1. Lalu, pasal 351 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP. Pasal 351 ayat 1 mengancam pelaku tindak pidana penganiayaan dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas