Jokowi Bandingkan Harga BBM Indonesia dengan Negara Tetangga: Kita Bisa Tahan Subsidi Sampai Kapan?
Presiden Joko Widodo mengatakan urusan global sekarang ini menyangkut dua hal, yakni soal energi seperti bensin, gas, dan listrik
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan urusan global sekarang ini menyangkut dua hal, yakni soal energi seperti bensin, gas, dan listrik; kemudian soal pangan.
Hal tersebut, dikatakan Jokowi, lantaran situasi dunia yang masih belum menentu pasca pandemi Covid-19 dan masih berlangsungnya perang Ukraina melawan Rusia.
Jokowi pun memberi contoh lewat perbandingan harga bensin di sejumlah negara.
"Bensin, coba dilihat kenaikannya sangat tinggi sekali di negara selain kita. Singapura harga BBM sudah Rp32 ribu, Jerman sudah diangka Rp31 ribu. Thailand Rp20 ribu, kita ini Pertalite masih Rp7.650 sekali lagi Rp7.650. Pertamax Rp12.500 yang lain sudah jauh sekali," kata Jokowi dalam sambutannya di Pengarahan dan Evaluasi Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia disiarkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (24/5/2022).
Jokowi menjelaskan harga BBM di tanah air yang masih normal seperti sekarang lantaran kenaikannya terus ditahan melalui subsidi pemerintah.
"Tapi subsidi ini kan membesar dan membesar. Kita bisa menahan ini sampai kapan? Inilah pekerjaan kita bersama-sama," tambahnya
Sehingga, dikatakan Jokowi, semua kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah diminta memiliki sense yang sama.
Lebih lanjut, Jokowi juga membandingkan harga-harga pangan di sejumlah negara tetangga.
"Berat menahan harga seperti itu, berat. Beras di kita masih Rp10.700, di negara lain sudah naik segitu tingginya, ada yang sudah naik 30 persen 40 persen, ada yang sudah di atas 60 persen, dan inflasi larinya kalau sudah semua barang naik-naik ini artinya kenaikan inflasi pasti terjadi," kata dia
Jokowi mengambil contoh di Amerika yang tak pernah mengalami inflasi di atas satu persen, kini sudah berubah.
"Di Amerika enggak pernah lebih dari 1 persen, sekarang coba dilihat Amerika sudah di angka 8,3 persen. Turki bahkan sudah hampir mencapai 70 persen," kata dia
"Bayangkan, kita masih di 3,5 persen. Patut kita syukuri, tapi kita nahan Pertalite, nahan gas, nahan listrik, begitu kita ikutkan ke harga ekonomian (pasar), ya pasti inflasi kita akan ikut naik," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.