Tugas Baru Atasi Masalah Minyak Goreng, Pengamat: Seperti Biasa, Luhut Ujung Tombaknya Jokowi
Deddy Yevri Sitorus menganggap penunjukan Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), untuk mengurusi sengkarut minyak goreng tidak tepat.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan kembali mendapat tugas baru dari Presiden Joko Wudodo (Jokowi).
Kali ini, Luhut mendapat tugas untuk mengurus terkait sejumlah permasalahan minyak goreng di Indonesia. Mulai dari kelangkaan hingga harga minyak goreng di masyarakat.
Kelangkaan hingga melambungnya harga minyak goreng menjadi permasalahan yang tengah dikerjakan pemerintah saat ini.
Merespons hal itu, Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menganggap penunjukan Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), untuk mengurusi sengkarut minyak goreng tidak tepat.
Deddy pun mempertanyakan tugas baru Luhut tersebut. Pasalnya, saat ini tugas Menko Marves sudah banyak dan kenapa sekarang tugas mengambil alih pekerjaan Menko Ekuin, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian.
"Selain menambah beban kerja LBP yang sudah menumpuk, penunjukan itu juga dari sisi waktu hanya akan membuat Luhut seperti satu-satunya solusi pemerintahan dan berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet,” kata Deddy, Selasa (24/5).
Baca juga: PDIP dan PKS Kritik Luhut Tangani Masalah Minyak Goreng, Sebut Menteri Segala Urusan
Baca juga: Soal Kenaikan Tarif Listrik 3.000 VA , Puan Minta Dibahas Sesuai Mekanisme DPR
Menurut Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, penunjukkan LBP berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan.
Karena Luhut dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus minyak goreng.
Sedikit banyak hal ini akan menimbulkan rumor negatif dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan.
Hal itu justru akan menjadi kontra produktif karena beliau dipersepsikan sebagai bagian dari masalah, ujar Deddy.
Menurut Deddy, nama LBP terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang ditangani.
Sebut saja ketika menjadi komandan penanganan masalah pandemi, muncul isu bisnis antigen dan PCR yang bikin heboh.
Demikian pula ketika ditunjuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, santer juga di media tentang keterlibatan LBP dalam perseteruan konsesi proyek pembangunan PLTA terbesar di Asean yang rencananya dibangun di Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
“Saya khawatir, sebentar lagi isu kedekatan Pak Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir ditengah masyarakat,” terang Deddy.
“Jika itu terjadi, kasihan Pak LBP yang sudah banyak tanggung jawab kembali jadi sasaran rumor lagi. Apalagi jabatannya sudah sangat banyak, kesannya jadi seolah-oleh tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain LBP,” kata legislator Kalimantan Utara ini.
Baca juga: Legislator PDIP Puji Langkah Berani Kejagung Bongkar Mafia Minyak Goreng
Lebih lanjut, Deddy mengatakan bahwa masalah minyak goreng itu adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan dan UU yang sudah ada.
Urusan membangun sistem 'penguasaan, distribusi dan cadangan', baik pasokan bahan baku industri maupun produk untuk sampai ke masyarakat.
Menurutnya, tugas dan kewajiban kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, Pemda sudah sangat jelas.
Musuh dari kelangkaan itu adalah regulasi yang tidak dilaksanakan, sinergi yang tidak berjalan, hingga akhirnya membuka ruang bagi spekulasi, manipulasi dan penyeludupan.
“Jadi kata kuncinya ada pada proses penegakan hukum, pada sistem dan bukan pada sosok pribadi, karena sudah ada mekanisme untuk itu," terang Deddy.
"Saya berpendapat, silakan para pihak yang berwenang sesuai UU dan regulasi menjalankan tugasnya. Dan saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada,” tutupnya.
Baca juga: Nusron Yakin Luhut Bisa Atasi Masalah Minyak Goreng dalam Dua Pekan
Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin.
Ujang mengatakan, penunjukan itu membuktikan bahwa Luhut merupakan ujung tombak dari Presiden Jokowi.
"Seperti biasa, Luhut memang ujung tombaknya Jokowi, makanya dikasih kewenangan lagi ke dia," kata Ujang saat dihubungi tribun network, Selasa (24/5).
Ujang pun menduga, penunjukan Luhut sebagai salah satu cara para pemain minyak goreng takut.
"Dan mungkin Luhut dianggap Jokowi bisa mewakili dirinya untuk urus minyak goreng," terangnya.
Meski, kata Ujang, permasalahan minyak goreng belum tentu sukses di tangan Luhut.
"Sukses tak sukses, mampu dan tak mampu, beres tak beres, pokoknya Luhut yang dikasih kewenangan," ucapnya.
Terkait penunjukan Luhut oleh Jokowi, Ujang menyebut itu merupakan hak Presiden.
Namun, ia menilai bahwa banyaknya kewenangan dan jabatan pada diri seseorang sangat tidak bagus.
Selain akan merasa diri hebat, juga bisa melakukan banyak penyimpangan.
"Dan seolah-olah di Republik ini tidak ada orang hebat lagi, seolah-olah hanya Luhut yang mampu," pungkas Ujang. (tribun network/yuda).