PMK Menyebar ke 15 Provinsi, BRIN Didesak Segera Dukung dan Fasilitasi Penelitian Wabah Ini
Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mendesak BRIN untuk secara ikut berperan aktif dalam mengatasi virus PMK yang menyerang hewan ternak ini.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini telah merebak ke 15 provinsi di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mendesak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk secara ikut berperan aktif dalam mengatasi virus PMK yang menyerang hewan ternak ini.
"Fraksi PKS meminta keterlibatan aktif BRIN dalam hal penanganan wabah penyakit PMK ini terutama dalam hal dukungan penelitian."
"BRIN sebagai support system dalam hal dukungan riset kepada lembaga negara yang lain harus membuktikan bahwa struktur BRIN yang sekarang lebih baik dari yang sebelumnya dalam hal mendukung sistem nasional iptek," kata Rofik dikutip dari laman resmi dpr.go.id, Rabu (25/5/2022).
Dengan dukungan penelitian ini, diharapkan dapat segera terungkap asal muasal penyakit ini.
Baca juga: Berdikari Datangkan Sapi dari Sentra Sapi Lokal Bebas PMK
Tentunya kedepannya dapat pula disampaikan arahan dalam penanganan wabah secara tepat.
Sebelumnya, sejak April 2022, banyak hewan ternak yang terpapar penyakit ini.
Informasi dari Kementan, sebanyak 6.498 hewan ternak di 10 provinsi dan kabupaten yang terjangkit PMK.
Kesepuluh provinsi itu yaitu Jawa Timur, Aceh, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Banten, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tentu keadaan ini membuat peternak dan pembeli khawatir.
Pasalnya, tidak lama lagi perayaan Idul Adha terlaksana.
Untuk itu, pemerintah harus gerak cepat dalam penanganan wabah ini.
Keterlibatan lembaga riset seperti BRIN diharapkan juga dapat membantu dalam penanganannya.
Baca juga: Dekan FKH UNAIR: Penanganan PMK oleh Pemerintah Di Jawa Timur Maksimal
"Fraksi PKS meminta BRIN cepat dan tanggap dalam memberikan hasil penelitian cepat ini yang diperlukan dalam penanganan wabah dan berkomunikasi secara aktif dengan pemangku kepentingan terkait seperti Kementan, Dinas Peternakan, Rumah Potong, serta Para Peternak sendiri, terutama di daerah yang terkena wabah."