Politisi PDIP Bantah Puan Matikan Mikrofon: Legislator Harusnya Tahu Aturan Batas Waktu Bicara
mikrofon yang biasa digunakan untuk anggota DPR RI di Ruang Sidang Paripurna, Gedung Nusantara I diatur otomatis mati setelah menyala selama 5 menit.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Daryono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dede Indra Permana Soediro membela Ketua DPR RI Puan Maharani yang dituding mematikan mikrofon pada sidang paripurna, Selasa (24/5/2022).
Dede menyebut Puan tak mematikan mikrofon.
Sebab, mikrofon yang biasa digunakan untuk anggota DPR RI di Ruang Sidang Paripurna, Gedung Nusantara I diatur otomatis mati setelah menyala selama 5 menit.
Puan Maharani sebelumnya disebut mematikan mikrofon dalam sidang paripurna.
Baca juga: Tak Cuma Ganjar, Projo Akui Undang Juga Puan Maharani dan Para Ketum Partai Koalisi di Rakernas
Saat itu, anggota Fraksi PKS DPR RI Amin AK menyampaikan interupsi mempersoalkan kekosongan hukum yang mengatur LGBT dalam KUHP.
Dede menjelaskan, durasi waktu penggunaan mikrofon selama 5 menit seusai dengan Tata Tertib (Tatib) pasal 256 ayat 6.
Sementara durasi sidang paripurna 2,5 jam selama masa pandemi Covid-19 telah menjadi kesepakatan bersama dalam Badan Musyawarah (Bamus).
"Dalam Peraturan DPR RI Nomor I Tahun 2020 Tentang Tata Tertib, pada pasal 256 ayat 6 disebutkan bahwa dalam rapat paripurna, setiap anggota diberi waktu untuk bicara atau mengajukan pertanyaan paling lama lima menit dan bagi juru bicara diberi waktu paling lama tujuh menit dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebijaksanaan ketua rapat," ujarnya, Rabu (25/5/2022).
Politisi asal Semarang tersebut menambahkan, peraturan tersebut sudah dijelaskan secara gamblang.
Semestinya sebagai legislator, Amin AK paham betul soal aturan tersebut.
"Sebagai anggota DPR RI yang salah satu fungsi pokoknya adalah fungsi legislasi, seyogyanya mengetahui aturan-aturan yang ada dan mengikat di dalam lembaga DPR RI."
"Jangan sampai terjadi yang mempunyai wewenang dalam memproduksi Undang-undang justru melanggar, tidak tahu, bahkan melanggar aturan di dalam lembaganya," katanya.
Dede yang mengikuti sidang paripurna tersebut menjelaskan, paripurna saat itu beragendakan penyampaian pandangan fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2023.
Saat itu, lanjutnya, sidang telah berlangsung selama 3 jam 4 menit, molor 30 menit lebih dan sudah memasuki waktu Salat Zuhur.
"Pembahasan juga sudah selesai. Jadi ketika aturan diberlakukan, jangan mempermalukan diri sendiri dengan mengeluarkan statement di media. Terlebih lagi yang disampaikan tidak relevan dengan agenda Sidang Paripurna. "
"Apalagi sejak awal Mbak Puan sudah mengingatkan bahwa sidang sudah melebihi waktu 30 menit dari jadwal yang ditentukan pada masa pandemi Covid-19, dan sudah masuk waktu Salat Dhuhur," paparnya.
Baca juga: Komnas Perempuan: RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin Harus Lebih Ditegaskan
Dia menyayangkan langkah Amin AK yang ngotot menyampaikan interupsi saat sidang paripurna hendak ditutup.
Saat diperbolehkan bicara, Amin justru menyampaikan paparannya secara panjang dan bertele-tele.
Politisi PKS tersebut mengatakan ada kekosongan hukum tentang penyimpangan seksual LGBT karena tidak ada satu pun hukum positif yang melarang LGBT serta propagandanya di publik.
Momen mikrofon mati
Seperti diberitakan sebelumnya, momen mikrofon mati kembali terjadi rapat paripurna masa sidang V tahun 2022-2023, Selasa (24/5/2022).
Hal terebut dialami Anggota DPR Fraksi PKS Amin Ak saat akan meminta waktu untuk interupsi.
Amin Ak kemudian meminta waktu selama 4 menit.
Dia lantas menyampaikan interupsinya terkait perilaku LGBT.
Dia berharap agar sanksi LGBT dimuat dalam RKUHP dan segera disahkan.
"Dalam Pasal 4 UU TPKS dijelaskan bahwa TPKS terdiri atas tindakan-tindakan yang melecehkan, memaksa, menyiksa, tidak mengeksploitasi, dan memperbudak. Sayangnya UU ini tidak mengatur TPKS tidak secara lengkap, integral, dan komprehensif karena tidak memasukkan ketentuan larangan perzinaan dan pelaku penyimpangan seksual yang dilakukan persetujuan sehingga dapat diinterpretasi UU ini setuju dengan sexual consent," ujarnya.
Amin Ak mengatakan bahwa saat ini terdapat kelemahan tentang aturan yang mengatur perzinaan karena norma perzinahan yang telah diatur dalam Pasal 284 KUHP bermakna sempit karena tidak bisa menjangkau zina yang dilakukan pasangan yang tidak terikat pernikahan dengan pihak lain.
"Hal ini bertentangan dengan agama dan kehidupan Indonesia yang memaknai perzinahan adalah segala bentuk persetubuhan yang dilakukan dengan selain suami dan istri. Selain itu, ada kekosongan hukum tentang penyimpangan seksual LGBT. Karena tidak ada satupun hukum positif yang melarang LGBT serta propagandanya di publik," imbuhnya.
Baca juga: Rambut Rontok Bisa Jadi Penanda Kekurangan Vitamin D, Ini Cara Praktis Deteksi Dini
Pada momen ini, pelantang suara Amin Ak mati padahal dia belum menyelesaikan interupsinya. Lalu kemudian, Puan mengambil alih rapat.
"Yang terhormat para anggota dan hadirin. Selesainya acara rapat paripurna hari ini. Selaku pimpinan rapat kami mengucapkan terima kasih kepada para terhormat anggota Dewan dan hadirin," ujar Puan.
Puan kemudian disela lagi. "Terima kasih. Dua menit pimpinan. Terakhir penutup, pimpinan. Maaf. Penutup," kata Amin Ak.
Puan pun lanjut menutup rapat paripurna.
Terpisah, Amin Ak mengatakan dirinya tidak sadar kalau waktu interupsi berjalan saat miknya ditekan.
Ini karena dia mengaku tidak mematikan tombol ketika meminta izin berbicara sehingga saat dipersilakan, waktunya sudah terpotong dan hanya tersisa 3 menit.
"Saya nggak menyadari masalah itu. Ketika waktu habis, saya minta tambahan waktu tapi tidak diberi oleh pimpinan rapat," katanya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.